Lihat ke Halaman Asli

anna_ nahnu98

mahasiswa

Refleksi Dari Peringatan Hari Ibu Kartini 2024

Diperbarui: 23 April 2024   13:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen pribadi di hari peringatan Ibu Kartini di pantai Bondo, Jepara. 

Sebagai perempuan yang lahir di Bumi Kartini saya cukup bersyukur dan senang.  Semoga tertular dengan semangat perjuangan Ibu Kartini.

Dari dulu hingga saat ini, penyelenggaraan ummat upacara hari ibu Kartini selalu mengenakan dress batik bagi laki2 dan kebaya untuk perempuan.  Apakah hal ini sebuah kewajiban? Pasalnya saya belum pernah melihat langsung orang yang upacara dengan selain mengenakan dua model baju ini, kecuali baju daerah adat.  Misalnya dalam hal ini gamis atau hanya baju biasa yang sekiranya masih layak dan sopan untuk dikenakan dalam kegiatan upacara. 

Kata salah satu murid les saya begini, "Bu, apakah memperingati hari ibu Kartini harus pakai kebaya?".

Saya jawab, "Nggak harus, semua boleh mengenakan pakaian apapun dengan catatan sesuai norma sosial (sopan)".

Merias diri hingga saling adu menor, pakaian indah hingga tak mau kalah, semua itu bukan yang diinginkan sang pahlawan kita, bukan!.

Sejatinya mengenang dan memperingati hari sang pejuang emansipasi perempuan bukanlah hanya terletak pada jenis dan apa pakaian yg kita kenakan, akan tetapi pengaruh dan teladan yang kita peroleh dari ibu Kartini. Keberanian, kesabaran, ketangguhan, dan contoh lainnya harusnya kita ambil sebagai teladan. Dalam situasi apapun pikiran positif harus tetap kita jalankan. 

Tiga poin yang bisa kita gunakan sebagai pegangan model teladan dari sang pahlawan pejuang kesetaraan perempuan :

1. Berani melangkah untuk perubahan.

Bukan hal mudah, hidup dalam lingkungan zaman penjajahan dan kungkungan keluarga adat Jawa. Akses menempuh pendidikan pun tidak mudah, hanya saja karna beliau adalah anak bangsawan, maka dengan prestis itu beliau dapatkan. Namun, walaupun dengan begitu beliau tetap memikirkan kaum nya, yaitu sesama perempuan yang tidak merasakan apa yang beliau dapatkan. Perubahan sedikit demi sedikit dengan surat menyurat bersama temannya di Belanda, bukti bahwa ibu Kartini sungguh antusias dalam belajar bersama mereka kaum terpelajar. 

2. Tidak melupakan tradisi dan adat Jawa meski temannya orang Belanda. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline