Kota Ambon dikenal juga dengan sebutan Ambon Manise yang berarti kota Ambon yang indah, manis atau cantik, merupakan Kota terbesar di wilayah kepulauan Maluku dan menjadi sentral bagi wilayah kepulauan Maluku. Kota Ambon mulai berkembang semenjak kedatangan Portugis pada tahun 1513, Portugis mengerahkan penduduk di sekitarnya untuk membangun benteng Kota Laha atau Ferangi yang diberi nama waktu itu Nossa Senhora de Anunciada di dataran Honipopu sekitar tahun 1575. Dalam perkembangannya, sekelompok masyarakat pekerja yang membangun benteng tersebut mendirikan perkampungan yang disebut Soa, kelompok masyarakat inilah yang menjadi dasar dari pembentukan kota Ambon kemudian.
Hari lahir atau hari jadi kota Ambon telah diputuskan pada tanggal 7 September 1575 dalam suatu seminar di Kota Ambon. Walikota Tingkat II Ambon, Almarhum Letnan Kolonel Laut Matheos H. Manuputty (Walikota yang ke-9) mengambil inisiatif atau gagasan untuk mencari dan menentukan hari jadi atau hari lahir Kota Ambon. Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Wali Kotamadya Kepala Daerah tingkat II Ambon tertanggal 10 Juli 1972 Nomor:25/KPTS/1972 yang diubah pada tanggal 16 Agustus 1972, yang isinya mengenai pembentukan Panitia Khusus Sejarah Kota Ambon dengan tugas untuk menggali dan menentukan hari lahir kota Ambon.
Kemudian Fakultas Keguruan Universitas Pattimura menyelenggarakan suatu seminar ilmiah tanggal 14 sampai 17 November 1972 dalam rangka penentuan hari lahir Kota Ambon yang diketuai oleh John Sitanala (Dekan Fakultas Keguruan). Hasil dari seminar menetapkan tanggal 7 September 1575 sebagai Hari lahir Kota Ambon, maka untuk pertama kalinya pada tanggal 7 September 1973 Hari lahir Kota Ambon diperingati.
Provinsi Maluku sempat digoyang konflik horizonal sehingga menimbulkan kesan angker dan tidak aman bagi turis dan investor. Setelah melewati masa-masa sulit dan konflik berkepanjangan, Maluku kembali menggeliat. Bahkan bermodal kekayaan dan keindahan alamnya yang mempesona, kini provinsi yang berada di kawasan Indonesia timur itu, kernbali bersinar dan mempercantik diri.
Kepedulian seluruh elemen masyarakat kota Ambon terhadap perjalanan ‘kota manis’ ini dapat terlihat hingga saat ini. Pemkot Ambon dan DPRD telah melaksanakan tujuh prioritas pembangunan daerah sesuai Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafond Anggaran Sementara (KUA PPAS) tahun anggaran 2013. Tujuh prioritas pembangunan tersebut adalah peningkatan kualitas layanan pendidikan, kesehatan, penanggulangan kemiskinan, peningkatan iklim investasi dan usaha, penataan lingkungan dan penanggulangan bencana, infrastruktur dan penguatan kapasitas birokrasi dan tata kelola.
Pemerintah Kota Ambon juga berkewajiban untuk menata kembali serta merehabilitasi sarana dan prasarana umum, termasuk perumahan masyarakat yang rusak dan hancur akibat bencana alam. Kegiatan tersebut berupa pembangunan jembatan pada beberapa titik lokasi, pembangunan talud penahan badan jalan, rehabilitasi talud pengaman sungai, serta normalisasi sungai dan saluran. Berbagai upaya yang dilaksanakan tersebut juga dibantu Pemerintah Provinsi Maluku, TNI dan Polri serta partisipasi masyarakat. Keseriusan pemerintah dalam memperbaiki Ambon berjalan dengan berkesinambungan dari hal kecil hingga yang berhubungan dengan negara maupun internasional.
Pemerintah Indonesia percaya bahwa pulau-pulau kecil menentukan masa depan bangsa baik dilihat dari pemanfaatan potensi maupun penentu kedaulatan NKRI. Sehingga dilakukan pemerataan pembangunan, salah satunya dengan membangun Jembatan Merah Putih. Yaitu jembatan kabel pancang yang terletak di Kota Ambon, Provinsi Maluku, Indonesia. Jembatan ini membentangi Teluk Dalam Pulau Ambon, yang menghubungkan Desa Rumah Tiga (Poka) di Kecamatan Sirimau pada sisi utara, dan Desa Hative Kecil/Galala di Kecamatan Teluk Ambon pada sisi selatan.
Jembatan ini merupakan jembatan terpanjang di Indonesia Timur, menjadi bagian dari keseluruhan tata ruang Kota Ambon dan menjadi ikon kota Ambon. Dibangun sejak 17 Juli 2011, Jembatan Merah Putih menelan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) senilai Rp 779,2 miliar. Jembatan ini diresmikan oleh Presiden RI Joko Widodo pada 4 April 2016. Tujuan pembangunan Jembatan Merah Putih adalah untuk mempercepat waktu tempuh perjalanan antara Bandara Pattimura di Jazirah Lei Hitu, Maluku Tengah di utara, dan pusat Kota Ambon di Jazirah Lei Timur di selatan.
Selain itu, Disbudapar Maluku bekerja sama dengan ILO (International Labour Organization) untuk melakukan survei terhadap potensi desa-desa di Ambon. Perairan Maluku berbatasan dengan Australia dan dapat dijadikan pintu gerbang Indonesia timur dalam menangani kerja sama negara-negara kawasan. Konferensi ini merupakan pertemuan komprehensif kedua negara Indonesia dengan Australia dalam meningkatkan kerja sama kelautan dan perikanan.
Pertemuan digelar di Ambon dalam rangka Sail Banda dengan sasaran, meningkatkan kerja sama konkret antar Pemerintah kedua negara dengan mengembangkan penanganan akses nelayan tradisional di Kepulauan Ashmore Reef dan Cartier (MOU Box) kerja sama riset yang menguntungkan pengelolaan penekanan kedua negara, penaganan ilegal fishing dengan intensitas patroli terkoordinasi, pengelolaan perikanan tangkap dan lain-lain.
Wilayah perairan Kota Ambon memiliki sumberdaya perikanan yang sangat potensial ditinjau dari besaran stok maupun peluang pemanfaatan dan pengembangannya. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian dan analisis terhadap kelimpahan stok potensi lestari. Investasi untuk sektor perikanan dapat dalam bentuk perikanan budidaya dan perikanan tangkap yang dipasarkan untuk memasok kebutuhan lokal, regional (intra wilayah Maluku) dan nasional. Menteri Kelautan dan Perikanan sangat serius dalam menangani pencurian ikan di Maluku yang merugikan negara hingga 40 Triliun per tahun. Sehingga pengerahan TNI-AL maupun Polair dalam menjaga perairan guna melindungi dan meningkatkan kualitas hasil laut di Maluku.