Lihat ke Halaman Asli

Menengok "Spuren im Sand"

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sepenggal renungan yang saya tulis ini terinspirasi dari puisi yang ditulis oleh seseorang yang sangat dirahasiakan identitasnya.Sebut saja X.

Judul puisi itu Spuren im Sand atau dalam bahasa Indonesia adalah Jejak-jejak di Pasir. Puisi yang cukup panjang itu bercerita tentang perasaan berkecamuk yang tengah dialami oleh seorang insan. Tak hanya gaya penulisan tiap baitnya, tapi juga pemilihan kosakatanya yang membuat saya tersentuh membaca puisi yang diberikan sebagai tugas oleh salah seorang dosen saya itu.

Secara umum, kisah yang tergambar dalam Spuren im Sand sering sekali dialami oleh setiap insan, khususnya bagi anak muda yang sangat akrab dengan kata 'GALAU'. Pada umumnya, ketika kata tersebut mampir ke dalam hati kita, seketika muncul perasaan sedih karena kita merasa bahwa 'there is nobody around us'. Tak hanya manusia lain yang disalahkan karena kesepian kita, tapi juga Tuhan, Sang Pemberi Kehidupan.

Saat perasaan galau itu muncul, dunia serasa tak bersahabat dengan kita. Seolah-olah hanya sedih, sepi, dan gundah yang kita alami. Sering kali kita pun luput bersimpuh di hadapan-Nya. Hal paling parah, kadang kita bertanya tanpa disadari pada-Nya, "Tuhan, di manakah Engkau?"

Hal tersebut wajar terjadi. Nafsu yang meluap-luap memang bisa menghilangkan akal sehat manusia. Sesungguhnya, manusia bisa berbuat seburuk atau sebaik mungkin saat dirinya tak bisa mengontrol nafsunya, baik itu nafsu amarah atau nafsu karena mendapatkan kebahagiaan.

Dalam puisi tersebut digambarkan seseorang yang tengah berkecamuk hatinya dan merasa bahwa Tuhan telah meninggalkannya. Seperti apa yang dirasakan setiap orang pada umumnya.

Melalui puisi tersebut, X berusaha meyakinkan pembaca, bahwa sesungguhnya dalam keadaan apapun Tuhan selalu bersama kita. Sepenggal kalimat yang membuat saya bergidik setelah membaca untaian kalimat indah yang ditulis dalam bahasa Jerman itu yaitu "ICH HABE DICH GETRAGEN". Kalimat penutup itu cukup membuat saya bergetar. Hanya dengan membaca satu kalimat itu, saya yakin bahwa Tuhan memang selalu mendekap saya dalam kondisi apapun. Walaupun dalam kehidupan nyata, Tuhan tak kan mungkin mampu berbicara layaknya manusia biasa dengan mengucapkan kalimat 'Ich habe dich getragen' seperti yang saya tulis sebelumnya.

Dalam puisi tersebut, Tuhan seolah berkata agar hamba-Nya selalu datang pada-Nya setiap saat, walau dalam kondisi susah sekalipun. Dengan kata-kata halusnya, Tuhan selalu menyapa kita dan mengajak kita untuk selalu berada dekat dengannya. Melalui sebait ucapannya, Tuhan seolah menegaskan bahwa sesungguhnya Dia ada dan selalu melindungi kita di bawah dekapan-Nya.

Saya rasa, puisi Spuren im Sand sangat cocok dibaca oleh Anda yang tengah merasa tak nyaman dan membutuhkan dorongan motivasi untuk memacu kembali laju kehidupan Anda. Janganlah merasa kesepian saat sahabat-sahabat Anda tak bersama Anda di kala Anda susah! Biarkan mereka datang dan pergi sesuka hati mereka! Lihatlah, ada Tuhan bersama kita dan tidak akan sedetik pun meninggalkan kita! Sesungguhnya, sahabat terbaik Anda adalah Tuhan dan diri Anda sendiri.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline