China dan Jepang merupakan negara yang memiliki banyak pengaruh ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Selain letaknya yang sama-sama di kawasan Asia Pasifik, China dan Jepang merupakan negara dengan perekonomian yang paling besar di dunia setelah Amerika Serikat.
Data terbaru dari IMF April tahun 2022, Amerika Serikat memiliki GDP sebesar 25,35 ribu miliar dollar AS, China 19.91 ribu miliar dolar AS, Jepang 4,91 ribu miliar dolar AS dan Indonesia sebesar 1,29 ribu miliar dolar AS. China dan Jepang memiliki strategi dari pemerintah dalam kebijakan luar negeri masing-masing dalam mengembangkan kerja samanya dengan negara-negara tetangga, termasuk Indonesia.
Indonesia adalah negara sentral di kawasan Asia Pasifik mendapatkan perhatian lebih dari kedua negara tersebut untuk membuka kerja sama di bidang teknologi dan pembangunan wilayah.
Alasan Pemerintah Indonesia memilih China dalam Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung
China membentuk "One Belt, One Road" atau kita kenal dengan BRI dengan tujuan untuk memainkan lebih banyak perannya dan menjaga keseimbangan di kawasan . Indonesia sebagai negara tujuan China, memiliki kebijakan luar negeri sendiri dalam menyikapi inisitif China yang menawarkan bantuan luar negerinya.
Secara resmi Indonesia menawarkan kerja sama dengan Cina. Perpres No.3/2016 merupakan dasar bagi Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintah Indonesia untuk membentuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung pada 16 Oktober 2016 atas kerja sama dari PT Cepat Indonesia China (KCIC) atas gabungan dari konsorsium BUMN melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan konsorsium perusahaan perkeretaapian Tiongkok melalui Beijing Yawan HSR Co.Ltd (bisnis di sektor transportasi publik dengan skema bussines to bussines "B2B").
Pemerintah Indonesia memiliki beberapa alasan mengapa ia akhirnya memilih China untuk mengembangkan proyeknya. Yang pertama, sebagai upaya Indonesia untuk menjaga kerja sama yang lebih luas di antara keduanya.
Pada Maret 2012, kedua negara menyepakati pernyataan bersama antara Republik Rakyat China dan Republik Indonesia dalam Program Pengembangan Lima Tahun China Indonesia untuk Kerjasama Bidang Perdagangan dan Ekonomi 2013-2017.
Yang kedua, Indonesia mengalami permasalahan ketersediaan dana untuk melakukan pembangunan. Kemenkeu RI megungkapkan bahwa dana yang dimiliki tidak cukup untuk membangun proyek ini. Bappenas mengatakan bahwa APBN hanya dapat menyumbang sebesar Rp1.000 triliun, APBD Rp500 triliun, BUMN & swasta Rp210 triliun, perbankan Rp500 triliun, dana pensiun & asuransi Rp60 triliun dan lembaga pembiayaan infrastruktur Rp500 triliun.
Sedangkan dari Rencana Pembangungan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dibutuhkan sekitar Rp6.780 triliun untuk mendanai insfrastruktur, maka dana yang masih harus dicari sebesar Rp4.000 triliun untuk memenuhi target.
Maka, disinilah Indonesia mengundang China untuk melakukan investasi ini. China berjanji sanggup membiayai pembangunan proyek tersebut walau tanpa APBN. Jepang tidak bisa menjanjikan hal yang serupa. Pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung merupakan Kerjasama Pemerintah Swasta. China berinvestasi kurang lebih sebesar 5,573 miliar dolar AS. Pemerintah Indonesia tidak bisa menambah pengeluaran APBN lebih banyak dikarenakan banyaknya pembangunan infrastruktur di Indonesia.