Lihat ke Halaman Asli

Anmita Zulaika

Hanya seorang ibu rumah tangga yang suka menulis

Paket

Diperbarui: 30 Desember 2020   17:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pribadi

Dari masa kanak-kanak hingga kini, paket sudah menjadi bagian dari hidup saya. Saya masih ingat saat dulu hidup terpisah dengan papah, paket dari papah adalah hal yang membuat saya bahagia. Jarak Jakarta-Malang di antara kami memang cukup untuk menyemai rindu setiap harinya. 

Papah sudah punya jadwal pulang, namun rasanya kurang karena hanya saat lebaran. Selebihnya, rasa rindu kami bagi dalam bentuk surat atau paket. Paket yang papah kirim mungkin terlihat remeh bagi sebagian orang. Tetapi, bagi saya, mamah dan kakak-kakak, paket dari papah adalah hal yang bisa membuat kami tersenyum sepanjang hari. Isinya bisa apa saja. Baju, makanan instan, kudapan impor yang papah dapat dari koleganya atau barang-barang sepele namun bermanfaat untuk kami. 

Papah mengirim paketnya melalui jasa bis antar provinsi. Saya masih ingat namanya, Safari Dharma Raya. Diantar dari kantor agen mereka ke rumah kami pakai becak, yang memang mereka pekerjakan untuk mengantar paket. Bener deh, bahagia banget kalau abang becak itu mengetuk pintu rumah kami. Tapi tetap lebih senang kalau yang ketuk rumah itu papah, bukan abang becak.

Paket dari papah adalah tanda kalau papah ingin berbagi kebahagiaan dengan anak dan istrinya. Apapun yang papah dapat dari bos atau koleganya,papah pasti simpan sebagian. Tidak dinikmati sendiri. 

Setelah dirasa cukup untuk dipaketkan baru papah kirim ke kami. Tak perlu dijelaskan oleh papah, saya juga bisa tahu kasih sayang papah untuk keluarganya yang jauh di mata namun dekat di doa, tergambar jelas dalam setiap paket yang datang. 

Kebahagiaan lain juga kami dapat dari saudara mamah yang berdomisili di Bandung. Memang tidak serutin papah, namun selalu saja ada paket datang dari mereka yang juga ingin berbagi kebahagiaan dengan kami yang jauh di Malang. Entah itu di momen lebaran, atau bahkan saat tidak ada momen sekalipun. 

Paket datang dari mereka yang mungkin sedang diberi rezeki lebih dan ingin berbagi kebahagiaan mereka dengan kami. Meski kadang ada selintas pikiran kalau mereka seperti sedang menyantuni kami tapi toh itu tidak mengurangi rasa bahagia saat membuka setiap senti lakban pada paket itu. Paket dari saudara jauh, menyiratkan keluarga yang saling berbagi kebahagiaan.

Tak selalu mulus, kadang kami juga menunggu paket yang terlambat datang dengan resah. Surat yang mengabarkan bahwa akan ada paket yang datang di tanggal sekian, membuat kami bertanya, kenapa tak jua sampai. Ada kendala apa gerangan? 

Mamah tak bisa jika harus mendatangi kantor agen bis atau kantor pos untuk melacak keberadaan paket. Selain karena jarak, ada aku yang masih kecil, yang tak mungkin bisa tenang dengan proses konfirmasi yang pasti memakan waktu. Hanya bisa menunggu. Dan kalau sudah datang, berbagai alasan diutarakan dari pihak ekspedisi untuk membenarkan keterlambatan ini. 

Saya pernah kecewa berat karena kudapan yang ada di paket papah sudah kadaluarsa saat datang. Mungkin memang sudah agak lama papah simpan, terus lama juga dalam perjalanan. Pernah juga mengalami paket hilang. Wah, ini benar-benar membuat kesal kami. Tapi masih untung, isinya hanya makanan. Papah dan mamah mencoba konfirmasi tapi tak membuahkan hasil. Dan pihak pengiriman juga tak memberikan ganti rugi apapun. Baiklah, mungkin memang belum rezeki kami. 

Setelah bertahun-tahun terpisah akhirnya saya tinggal serumah dengan papah. Otomatis tak ada lagi paket diantara kami. Tapi bukan berarti saya tak berhubungan lagi dengan paket. Tentu masih, bahkan sampai sekarang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline