Lihat ke Halaman Asli

Manusia Prasejarah di Tepi Danau Bandung

Diperbarui: 3 Oktober 2018   08:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi

"Bisa dibayangkan di awang-awang, Kota Bandung pada 6 ribu tahun yang lalu. Hilir mudik lalu lalang rakit dan sampan Manusia Prasejarah yang bermukim di tepian Danau Bandung," tulis Haryoto Kunto dalam Wajah Bandung Tempo Doeloe. (Haryoto Kunto, hal 143 )

Imajinasi di atas bukan fiktif, tapi sesuai fakta sejarah geologi dan analisa anthropologi. Dari analisa geografi dan anthropolgi, cukup alasan untuk menyatakan bahwa sebelum terjadi letusan Gunung Tangkubanperahu yang pertama di Dataran Tinggi Bandung yang subur itu, sudah ada penghuninya, yakni Manusia Prasejarah Homo Sapiens yang leluhurnya berasal dari Lembah Sungai Kuning-Yang Tse dan Lembah Sungai Brantas. Hasil perkawinan silang di antara mereka, telah melahirkan Manusia Prasejarah Homo Sapiens Proto Austronesia.

Mereka sudah terbiasa hidup dalam kelompok-kelompok kecil. Pada mulanya mereka tinggal di daerah muara sungai sambil menangkap ikan, berburu rusa di hutan, dan meramu akar tumbuh-tumbuhan.

 Tempat tinggal mereka berupa perkampungan yang terdiri dari sederetan rumah-rumah kecil yang terbuat dari bahan-bahan yang ringan. Ditinjau dari sudut jaman sekarang, rumah mereka sebenarnya hanyalah semacam kemah tadah angin saja, yang didirikan menempel pada dinding karang yang melengkung atau pada dinding dalam gua-gua yang besar.

Kemah tadah angin tadi sebenarnya hanya berfungsi sebagai tempat tidur atau berlindung saja. Untuk memasak, bercanda, ngobrol, mengasuh anak, dan bermain-main anak-anak mereka, digunakan halaman terbuka di depan gua dan kemah tadah angin yang didirikan tidak jauh dari mulut gua. 

Perkampungan bersama di depan gua atau batu karang yang melengkung dengan kemah tadah anging itu, dikenal oleh para ahli prasejarah sebagai perkampungan abris sous roches.  Ada juga di antara perkampungan itu yang memiliki tempat pembuangan sampah  dapur yang sebagian besar berupa kulit kerang yang disebut oleh ahli prasejarah sebagai kjokkenmoddinger. 

Rupanya Manusia Prasejarah sudah tahu cara menjaga kebersihan, sehingga disiapkan tempat pembuangan sampah bersama. Kjokkenmoddinger hakekatnya adalah tempat pembuangan sampah bersama Manusia Prasejarah. Juga sebelum kita mengenal seafoods, mereka sudah lebih dulu menjadikannya kerang-kerangan sebagai bagian dari menu harian mereka.

Manusia Prasejarah berburu burung, kelinci, rusa, kijang di hutan dan ikan di sungai dengan menggunkan tombak dan panah dengan mata panah dari batu yang ditajamkan yang disebut toala. 

Alat untuk menebang pohon, bambu, rotan, dan memotong,  digunakan kapak batu yang ditajamkan salah satu ujungnya dengan diasah, dan diikatkan pada tangkai kayu dengan menggunakan tali rotan. Ada dua jenis kapak batu, yang berebentuk lonjong, disebut Walzenbeil. Dan kapak batu yang berbentuk persegi dengan salah satu ujungnya diruncingkan disebut Vierkanbeil.

Untuk alat serpih, disamping digunakan batu yang ditajamkan, juga digunakan tulang dan tanduk rusa. Alat serpih penting untuk menguliti binatang buruan dan mengambil kulit binatang guna dibuat baju penutup aorat dan juga untuk membuat tenda angin. 

Rupanya ketrampilan menyamak kulit binatang, merupakan ketrampilan yang sudah sangat tua yang kita warisi dari Manusia Prasejarah. Kulit binatang buruan sangat diperlukan manusia Prasejarah untuk mengusir dingin, untuk alas kaki, dan penutup aurat. Karena jika kulit kering, tidak lentur, susah diolah, dan berbau busuk jika basah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline