Lihat ke Halaman Asli

Novel : Kisah Cinta Dewi Ciptarasa - Raden Kamandaka (83)

Diperbarui: 9 Mei 2016   01:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Dalam pertemuan itu, selain dihadiri Sang Dewi, ikut hadir juga Kanjeng Ayu Adipati, Dyah Ayu Mayangsari dan Dyah Ayu Ratna Pamekas. Kehadiran para wanita itu adalah dalam rangka memberikan semangat dan mempertebal daya juang untuk dapat memenangkan perang. Kehadiran Sang Dewi sangat penting, karena dalam perang dengan Nusakambangan itu Sang Dewi akan berada di pusat pertempuran, sehingga Sang Dewi harus tahu persis gambaran dari pertempuran yang akan terjadi itu.

 “Sekarang marilah kita dengar formasi perang yang akan digelar untuk  menghadapi Kerajaan Nusakambangan. Lebih dulu silahkan  Dinda Wirapati yang banyak mengetahui strategi perang macam apa yang biasa digelar oleh prajurit Nusakambangan. Keterangan yang berhasil dikumpulkan, menyebutkkan bahwa  Kerajaan Nusakambangan adalah Kerajaan Lautan yang paling tangguh di Lautan Selatan. Kerajaan Nusakambangan ini memiliki prajurit-prajurit yang terlatih dengan baik, memiliki disiplin yang tinggi, dan memiliki panglima-panglima perang yang hebat. Gerakan pasukannya sangat cepat. Daerah pantai yang telah dilindas kekuatan prajurit perang Nusakambangan antara lain Kadipaten Kalipucang di bagian barat daratan dan Kadipaten Banakeling di bagian  timur daratan. Kedua kadipaten yang memiliki wilayah luas di pantai selatan itu, sekarang berada di bawah kekuasaan Nusakambangan. Silahkan Dinda Wirapati,” kata Raden Kamandaka yang mempersilahkan Raden Wirapati untuk berbicara.

 “Benar sekali apa yang dikatakan Kanda Kamandaka mengenai kekuatan prajurit Nusakambangan,” kata Raden Wirapati mengawali penjelasannya.

”Kebetulan Ayunda Dewi banyak membaca kitab Mahabharata dan Ramayana yang berisi riwayat perang-perang besar.”

 “Ayunda Dewi pernah memberikan pendapatnya dalam suatu diskusi yang sering kami lakukan berdua. Menurut pendapat Ayunda Dewi jika prajurit Nusakambangan menyerang Kadipaten Dayeuhluhur sekarang ini, Kadipaten Dayeuhluhur juga akan jatuh seperti Kadipaten Kalipucang dan Kadipaten Banakeling. Demikian pula jika Kerajaan Nusakambangan menyerang Kadipaten  Pasirluhur sekarang ini, Kadipaten Pasirluhur juga akan mengalami nasib yang sama.

 “Menurut Ayunda Dewi, prajurit Kerajaan Nusakambangan memiliki kemampuan yang luar biasa. Mereka bisa  menggelar siasat perang yang cepat dan mematikan musuh-musuhnya, yang disebut siasat perang Gilinganrata. Siasat perang ini berupa formasi bentuk kereta perang yang bergerak dengan kecepatan tinggi untuk menggilas musuhnya dengan roda-roda kereta perangnya yang berputar dengan cepat.

 “Untuk membentuk formasi perang Gilinganrata ini tidak mudah. Diperlukan ketrampilan individu yang tinggi, tetapi bisa tetap menjaga kekompakan kelompok. Panglima perangnya  harus bisa mengerahkan prajuritnya secara besar-besaran yang harus bisa bergerak dengan cepat. Sebab tujuan dari formasi Gilinganrata adalah melindas musuh dengan segera dan membinasakannya seketika juga.

 “Panglima yang menyusun formasi ini memang harus seorang panglima perang yang ulung yang bisa membuat musuh tak berdaya untuk melawan. Prajurit Nusakambangan rajin berlatih dan memang memiliki prajurit-parjurit yang hebat seperti Patih Puletembini, Tumenggung Surajaladri dan Rangga Singalaut dan lainnya lagi. Bahkan mereka pernah punya prajurit wanita yang hebat dan menguasai seni bela diri tingkat tinggi, yakni Nyai Gede Wulansari.

 “Formasi perang kedua yang dimilki prajurit Nusakambangan yang juga tidak kalah hebatnya adalah formasi Diratameta, yang artinya adalah formasi gajah mengamuk. Formasi ini berbentuk gajah yang yang sedang marah dan mengamuk, sehingga belalainya dan gadingnya sangat berbahaya. Dalam menggelar formasi ini, biasanya Patih Puletembini berposisi memimpin sejumlah prajurit yang bertindak sebagai belalai. Rangga Singalaut dan Tumenggung Surajaladri  berposisi memimpin sejumlah prajurit yang bertindak sebagai sepasang gading.

 “Kita tidak tahu formasi mana yang akan disiapkan oleh prajurit Nusakambangan pada saat perang menghadapi gabungan Pasirluhur-Dayeuhluhur kelak. Akan tetapi ada kelemahan dari prajurit Nusakambangan terutama para panglima perangnya. Mereka adalah penyembah aliran sesat dan menggunakan ilmu hitam untuk meningkatkan daya kekebalan tubuh mereka. Mereka adalah para penyembah Maha Dewa Ditya Kala Rembuculung. Mereka secara rutin menyelenggarakan ritual persembahan perawan suci dengan cara menculik anak-anak gadis. Semua itu dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan bertempur mereka dengan menggunakan pertolongan ilmu hitam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline