Lihat ke Halaman Asli

Novel:Kisah Cinta Dewi Cipta Rasa - Raden Kamandaka(06)

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

(06)

“ Ananda akan berangkat esok lusa, Ayahanda. Ananda akan menuju Kadipaten Galuh, kemudian akan Ananda lanjutkan ke Kadipaten Pasir ”, jawab Banyak Catra.

“ Baiklah, kudoakan Engkau selamat dalam perjalanan. Ajaklah dua orang abdi Kraton Pajajaran sebagai teman seperjalananmu bila merasa perlu. Aku berikan kepadamu salah satu pusaka Pajajaran, Pusaka Kujang Kancana Shakti. Aku mempunyai tiga. Semuanya kelak akan kuwariskankepada ketiga putraku. Karena engkau esok lusa akan berkelana, ambilah pusakaku Kujang Kancana Shakti di tempat penyimpanan pusaka kerajaan. Sempatkanlah untuk singgah lebih dulu ke tempat Ki Ajar Wirangrong, sahabatku, yang mendirikan padepokan di sisi timur lereng Gunung Tangkuban Perahu. Mintalah kamu nasihat dan petunjuknya, siapa tahu Ajar Wirangrong bisa memberitahu dimana adanya gadis yang wajahnya mirip ibumu. Kemudian bila Engkau mampir ke Kadipaten Galuh, sampaikan salamku kepada Adipati Galuh. Dan jangan lupa berziarahlah ke makam leluhurmuSanghiyang Linggahijyang, di Kawali. Disanalah abu jenazah para leluhurmu dipusarakan.Termasuk pula abu jenazah Putri Kerajaan Galuh yang cantik jelita yang gugur di Bubat, Dyah Pitaloka. Semoga Engkau selamat dalam perjalanan dan menemukan gadis idamanmu. Banyak Catra, Engkau boleh undur dari paseban agung ini. Banyak Belabur dan Putriku Dewi Ratna Pamekas, Engkau berdua pun boleh meninggalkan pertemuan ini, dan sampaikan salamku untuk Ibumu. Aku selalu merindukan Ibumu”.

Ketiga putra dan putri Kerajaan Pajajaran itu pun segera menghaturkan sembah kepada Sri Baginda, kemudian ketiganya meninggalkan paseban agung. Sri Baginda Prabu Siliwangi masih melanjutkan paseban agung bersama Ki Patih Kerajaan Pajajaran, untuk menerima laporan, permasalahan dan memberikan pengarahan dan pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan persoalan mewujudkan pemerintahan Kerajaan Pajaran yang aman, maju, makmur dan sejahtera.

***

Matahari pagi masih berada di bawah kaki langit, ketika Raden Banyak Catra duduk diatas kudanya dan pelan-pelan mulai memacu menuju arah timur, menyongsong matahari terbit, dan meninggalkan bangunan Kraton Pajajaran yang nampak megah berjajar-jajar dalam balutan malam yang hendak bertukar dengan siang. Raden Banyak Catra memutuskan untuk berkelana sendirian saja, agar perjalanan lebih cepat. Dia membawa perbekalan yang cukup. Kujang Kancana Shakti, pusaka Kerajaan Pajajaran terselip aman dipinggangnya, tersembunyi dibalik balutan baju yang berwarna kuning muda yang dikombinasikan dengan ikat pinggang dari kulit yang berwarna coklat dan celana panjang berwarna hitam. Dengan mengenakan ikat kepala berwarna ungu yang berhiaskan motif daun dan burung, Raden Banyak Catra, Ksatria Pajajaran itu, nampak gagah perkasa, memacu kudanya melewati jalan yang menembus hutan belantara yang tumbuh di lereng-lereng gunungyang ada di sisi kanan maupun sisi kiri.

Semburat warna merah yang ada di kaki langit sebelah timur dan bintang kejora yang ada di langit tenggara, sudah lenyap. Sejumlah burung hantu yang kesiangan, nampak terbang bergegas kembali ke sarangnya untuk bersembunyi dan beristirahat, setelah semalaman terus menerus begadang menjadi penjaga hutan di waktu malam.

Sinar matahari pagi pelan-pelan mulai memeluk hamparan gunung, lembah dan hutan yang menghijau yang terhampar disepanjang jalan yang berkelak-kelok yang dilalui Raden Banyak Catra. Sesekali Raden Banyak Catra harus memacu kudanya melewati jalan menanjak yang melingkar-lingkar sepanjang lereng gunung. Lain kali, Raden Banyak Catra harus hati-hati menuruni lembah. Aneka macam pohon hutan, seperti sono keling, mahoni, pinus, trembesi dan pala, dengan daunya yang rimbun dan batangnya sebesar pelukan orang dewasa, berdiri tegak lurus ke atas seakan-akan hendak menyangga langit. Deretan pohon pala yang tumbuh liar dengan bunga palanya harum semerbak mewangi, menyebar kemana-mana, membuat Raden Banyak Catra merasa nyaman menghirup udara pagi yang menyegarkan tubuhnya yang perkasa.

Di lereng-lerengGunung Salak dan Gunung Gedeyang tidak jauh dari Pusat Kerajaan Pajajaran, memang banyak tersebar hutan pohon pala yang tumbuh liar. Bunga dan buah pala dengan mudah dipanen peladang dan petani kawula Kerajaan Pajajaran. Pala, bunga pala dan lada merupakan komoditas andalan yang ikut menggerakkan roda perekonomian Kerajaan Pajajaran dan sekaligus menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.

Sepanjang perjalanan, Raden Banyak Catra menyaksikan aneka bunyi burung hutan, seperti jalak, kutilang, manyar, cucak rawa, pelatuk, kemaduan, emprit, kepodang dan Ciung. Burung-burung itu saling berbunyi bersaut-sautan bagaikan bunyi musik yang tengah menyambut datangnya sinar matahari pagi dan mengiringi perjalananKsatria Pajajaran . Aneka macam burung hutan dengan warna bulu-bulunya yang indah itu berloncatan kian kemari dari satu dahan meloncat ke dahan yang lain dan meloncat dari satu ranting ke ranting yang lain.

Jika Raden Banyak Catra mendongakkan wajahnyake atas, nampak langit yang cerah membiru dengan gumpalan awan putih yang bagaikan kapas putih berjalan perlahan menyusuri dinding langit. Aneka macam burung elang, nampak berputar-putar diatas langit yang menaungi lembah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline