Lihat ke Halaman Asli

Permainan Cantik Fraksi Demokrat

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam sidang paripurna DPR yang berhasil mengesahkan UU Pilkada lewat DPRD(25/9), Fraksi Demokrat telah bermain cuantik sekali. Ibarat gadis cantik nan genit, fraksi Demokrat diperebutkan dua ksatria. Ksatria Koalisi Merah Putih dan Ksatria Indonesia Hebat.Sang Dewisudah dirayu sana, dirayu sini. Ditarik ke sana ditarik ke sini. Dua-duanya mengumbar janji. Merasa punya posisi tawar yang tinggi, Sang Dewi mengajukan mahar. Maharnya ialah Sang Dewi mendukung pemilihan secara langsung tetapi dengan 10 syarat.

Bagi Ksatria Hebat, tentu saja mahar yang ditawarkan Sang Dewi sangat murah.Makanya dengan semangat menggebu-gebu politisi PDI-Pmemberikan dukungan kepada usulan Sang Dewi. Para sponsor dari Ksatria Hebatramai berteriak-teriak ikut memberi semangat. Pokoknya Sang Dewi,okey. Ksatria Hebat akan dukung Sang Dewi sampai titik darah yang penghabisan. Maklum Ksatria Hebat memang sedang jumawa, karena punya 34 kursi empuk.

Sebaliknya Ksatria Merah Putih, karena miskin, maklum gak punya kursi. Terpaksa menawar.

” Okey, 9 ,5 dari mahar 10 butir Sang Dewi. Bagaimana?. Gua gak punya kursi. Entahlah tahun 2019 nanti. Tapi gua berjannji. Gua hanya bisa berjanji, Wahai Sang Dewi. Janji kami , Ksatria Merah Putih, adalah janji Ksatria Sejati. Janji yang konsisten, konsekwen . Dan tak bakal ingkar janji. Yang diperlukan, Dinda Sang Dewiku, hanyalah sabar menanti. KarenaInnallaha ma’a shobirin.” Juru lobi Ksatria Merah putih merayu gadis cantik nan ayu. Biasalah karena ustadz, mengutip ayat –ayat suci.

Mengherankan sekali, tiba-tiba tengah malam Sang Dewi yang genit itu, milih mundur alias walk out.Tentu saja Kstaria Indonesia Hebat yang tidak hebat itu langsung marah-marah,merasa ditipu dan dikhianati gadis cantik dari Cikeas itu.

Sebaliknya Ksatria Merah Putih senyum-senyum saja. Ya,sudahlah pasrah aja. Habis,mau menawar tinggi, juga tidak punya kursi. Maka Priyo Budi Santosa yang sempat pucat karena dicaci maki oleh politisi PDI-P, bisa tersenyum lega. Biarlah si Gadis Cantik itu kembali ke rumah orang tuanya. Palu pun diketok. Voting dilaksaankaan. Drama yang melelahkan berakhir. Ksatria Merah Putih tersenyum. Ksatria Hebat, muring-muring.

Sampai di Cikeas, ditegur Sang Papa.Kenapa buru-buru pulang?. “ Dasar Kstaria Hebat pelit. Maklum mereka pedagang. Satu sen pun akan diperhitungkan. Kursi yang mau dikasihkan Dewi, jauh dari target Papa.Malah dibawah banget.Bagaimana Papa?. Salahkah sikap Dewi, Papa?”

“Udah,Papah benarkan. Anak Papa. Lihat aja nanti Kstaria Hebat akan datang lagi mengejar Papa seperti dulu mengejar Papa sampai Bali. Pokoknya kalau tidak sesui dengan target Papa, tolak aja. Kita tunggu saja. Innallaha ma’a shobiriiin,” kata Sang Papa yang tiba-tiba bisa mengutip ayat suci. Tentu saja lewat telpon seluler dari New York. Sang Papa sedang keluar negeri.

“Baik Papaku,sayang. Daag “Sang Dewi nan genit dan cantik mengulum senyum. Dia pergi kelayar tv ingin mendengar apa pendapat para komentator setelah UU Pilkada disahkan DPR.

“Koalisi Merah Putih telah merampok hak-hak rakyat dalam demokrasi. Kita akan gugat ke Mahkamah Konstitusi. Kita harus tiru Prabowo yang tidak pernah legowo. Ayo kita tiru. Gugat ke MK. Kita pasti menang di MK.Dulu juga kita menang. Nanti pun kita akan menang. Sebab kita telah ditakdirkan sebagai pemenang. Rakyat selalu menang. Rakyat tak terkalahkan.” Seorang aktivis dengan mulut berbuih-buih melakukan orasimasuk layar kaca.

“ Koalisi Merah Putih telah mengkhianati Reformasi1998 yang telah kita perjuangkan dengan berdarah-darah!. Wong Cilik ayo bangkit. Putuskan rantai-rantai yang membelenggumu. Wahai rakyat Indonesia seluruhnya bersatulah!!!”

Sang Dewi melihat lewat layar kaca aktivis pendukung koalisi hebat itu berteriak-teriak mengecam keputusan sidang paripuran DPR.Samar-samar Sang Dewi mencoba mengingat-ingat suatu jaman, ketika kosa kata rakyat banyak berhamburan dari mulut para politis. Tapi Sang Dewi lupa. Pada jaman apa. Karena Sang Dewi akhir-akhir ini memang udah lama gak baca literatur politik.

Sang Dewi bosan dengan stasiun tv-provokator. Dia pindah caristasiun tv yang lain. Seorang analis politik sedang menjawab pertanyaanseorang presenter yang cantik.

“Kemenangan Koalisi Merah Putih dalam sidang paripurna DPR adalah kemenangan Demokrasi Pancasila. Bung Karno, Bapak Bangsa dalam bukunya Dibawah Bendera Revolusi dan Pidato Pancasila 1 Juni 1945, sudah menjelaskan bahwa demokrasi yang sesuai dengan kepribadian dan jati diri bangsa Indonesia adalahdemokrasigotong royong yaknikerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.” Kata Sang Analis itu tenang.

“Itulah demokrasi Pancasila yang digali dari bumi dan tanah air Indonesia tercinta. Demokrasi Pancasila bukanlah demokrasi liberal yang memuja dan mendewa-dewakan individualisme. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dijiwai semangat gotong royong. Bukan demokrasi yang memuja individu. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang menghargai manusiaseutuhnya. Yakni demokrasiyang menghargai manusia sebagai mahluk indivdu, sekaligus sebagai mahluk sosial”

“Apakah putusan DPR itu tidak merampok hak rakyat untuk berdemokrasi melalui pemilihan langsung?’ tanya presenter cantik.

“ Tidak!” jawab analis politik ahli tatanegara bergelar profesor doktoritu tegas.” Konsitusi kita telah memberikan kepada rakyat untuk melakukan pilihan langsungpresiden. Dan pemilihan langsung lurah di desa-desa. Sedang untuk pemilihan kepala daerah, dipercayakan kepada DPRD. Bukankah DPRD adalah wakil rakyat di daerah?. Dengan demikian ada keseimbangan antara pemilihan langsung dan pemilihan tidak langsung. Itulah semangat yang terkandung dalam demokrasi Pancasila. Mari kita perketat kontrol terhadap DPR dan partai politik. Sebab bukan demokrasi jika tanpa partai politik. Partai politik adalah salah satu dari pilar demokrasi. Tanpa kecuali pada Demokrasi Pancasila” kata Sang analis tadi.

Sang Dewi sudah mengantuk. Tangannya yang lembut menekan tombol tv.Cut. Dia pergi tidur. Dalam perjalanan menuju tempat tidur,sayup-sayup dia ingat judul pidato Bung Karno pada tanggal 17 Agustus 1959,” Rediscovery of our revolusi”. Penemuan kembali revolusi kita.

“ Bisa jadi betul pendapat analis tadi, kemenangan koalisi merah putih adalah kemenangan demokrasi Pancasila. Rediscovery of our Pancasila Demokratic, setelah lenyap hampir 16 tahun sejak reformasi 1998”.Sang Dewi tersenyum menjemput mimpi-mimpi indah  tentang demokrasi( An.Hadja,26-09-2014).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline