Lihat ke Halaman Asli

Cara Mengatasi Sabotase Diri

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maju atau tidaknya diri kita kadang terhambat oleh adanya rem tangan yang menSabotase Diri. Rem tangan itu ibarat kata kita memiliki mobil sekemampuan Ferarri F50 yang sebenarnya mampu melesat sangat cepat layaknya jet darat, namun dia hanya berputar-putar rodanya saja di tempat tidak ada kemajuan sedikitpun akibat sang pemilik mengaktifkan rem tangannya.

Begitu pulalah diri kala sudah terbelenggu

REM TANGAN kita sendiri!

Rem tangan itu ada banyak sekali macamnya. Esensinya yang paling kuat belenggu sabotasenya adalah kalau sudah terinternalisasi dalam bentuk keyakinan dalam pikiran kita. Rem tangan yang sudah tertransformasi dalam bentuk keyakinan mampu 'mengagalkan' segala upaya kita bergerak melangkah ke arah kesuksesan. Penampakan lahirnya berupa muncul serangkaian ketakutan ketika kita mau mengambil suatu keputusan, langkah, maupun sikap.

Misalnya, kita sudah dihadapkan pada suatu proyek besar yang orang lain melihat potensi kita, dia mau memberikan kepercayaan pada diri kita. Namun, Alih-alih mau menerima tantangan itu, malah kita sudah takut terlebih dahulu karena bisa jadi dengan berbagai alasan dalam diri yang bisa dibuat buat.

Kalau tak nak seribu dalih

kalu nak seribu care

Aku jadi inget pepatah melayu yang bunyinya, kalau tak nak [kalau nggak mau] seribu dalih [ada seribu alasan dibuat], kalau nak [kalau mau] seribu care [akan ada ribuan action yang bisa dilakukan]. Hanya tadi, sabotase diri menghambat kita untuk bergerak maju.

Aplikasi sabotase diri dan upaya perbaikannya

Katakanlah, selama ini dalam pikiran kita, dirikita paling banter bisa penghasilan sesuai UMR saja. Katakanlah 800ribu - 1,5 juta / bulan. Mengapa dan hanya memang segitu segitunya yang kita bisa dapatkan dalam sebulan? Ya karena memang kita meyakini 'kuota rejeki' kita sebatas itu perbulannya. Kebiasaan digaji perbulan segitu semakin memperkuat sabotase diri bahwa 'harga umurnya sebulan' memang kisaran UMR itu. Dah gitu, upayanya coba coba meningkatkan derajat penghasilan, belum menuai hasil lalu salahnya dia meyakini bahwa upayanya itu sama sekali tidak akan berhasil. Lahir sabotase diri yang memperkuat bahwa dirinya memang seharga UMR itu SAJA.

Namun apakah memang begitu?
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline