Lihat ke Halaman Asli

Miss World Sudah Tak Ada Sesi Bikini, Kok Masih Dikecam?

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Kompas.com

[caption id="" align="alignnone" width="546" caption="Sumber: Kompas.com"][/caption]

Selama ini perlawanan terhadap kontes Miss World selalu konsisten. Pamer aurat atau busana bikini selalu menjadi argumentasi yang sangat familiar. Tapi yang membuat prahara ini lucu dan aneh adalah fakta bahwa Miss World dengan jelas mengungumkan kontes bikini ditiadakan demi menghormati budaya lokal. Para kontestan dalam beberapa sesi khusus bahkan diharuskan mengenakan semacam pakaian adat dalam kunjungan ke beberapa pura dan situs religius umat Hindu.

Jadi dimana kontroversinya? Apa yang selama ini dituntut ormas agama telah dikabulkan permintaannya. Seharusnya mereka bersorak. Bahkan dalam sejarah, ini untuk pertama kalinya Miss World tidak ada kontes bikini. Bukankah ini sebuah diplomasi sukses dari pihak Indonesia bisa “menekan” kontes kecantikan sejagad untuk mengalihkan matanya ke sebuah tempat bernama Bali dan memaksa kontes tersebut untuk bermain sesuai “Indonesian rules?”

Namun anehnya teriakan orasi belum berhenti. Spanduk propaganda bahwa Miss World mengumbar aurat masih berdiri kokoh di jalanan. Hey? Apakah orang-orang ini teredukasi untuk dapat membaca berita? Apa lagi yang mau mereka perjuangkan?

Kebingungan ini juga menghinggapi CEO MNC Group Harry Tanoe selaku bagian dari kepanitiaan Miss World. “Saya rasa ada salah paham. Dari awal, saya bilang kita harus sesuai aturan hukum sesuai budaya kita. Kita tetapkan dari awal tidak ada event atau aktivitas pakai bikini," ujar Harry Tanoe, seperti dikutip Kompas dalam sela-sela Konferensi CEO Global Forbes di Nusa Dua, Bali, Rabu (4/9/2013).

Hal ini pula ditegaskan oleh Panitia Miss World yang sebelumnya sudah berkomunikasi dengan Gubernur Bali, Made Mangku Pastika. "Kita menjaga budaya kita seperti berpakaian tidak memakai bikini," jelas Syafril Nasution, Panitia Miss World 2013. Sebelumnya pula Gubernur Bali sudah mengajukan syarat dimana Kontes Miss World disesuaikan dengan budaya lokal Indonesia.

Hal lucu yang kedua adalah siapa yang menolak. Bila ditengok berbagai ormas yang mengusung ide anti-Miss World, justru bukan berasal dari tanah Bali sendiri. Mengapa ormas yang bukan dari Bali merasa punya hak untuk mewakili aspirasi rakyat Bali? Bahkan tak tanggung-tanggung, ormas lokal terbesar di Pulau Dewata, Laskar Bali (LB) menyatakan siap untuk menjaga keamanan Miss World dari gangguan luar.

Miss World Boleh Asalkan Kontestan Berkerudung

Mungkin apa yang diucapkan Menteri Agama, Suryadharma Ali sedikit mencerahkan. Beliau menegaskan bahwa Miss World boleh diadakan bila pesertanya menampilkan kecantikannya dengan busana Muslim. "Kalau pakai kerudung saya setuju, kan tidak buka aurat," ucapnya.

Jadi para wanita...camkan baik-baik. Apabila anda tidak mengenakan pakaian diluar kerudung dan busana religi, maka ANDA TELANJANG. Setidaknya itu mungkin pemikiran Menteri Agama.

Miss World: Kekalahan Diplomasi Ormas Islam Terhadap Masyarakat Bali

Untuk alasan yang lebih serius, amarah ormas Islam atas eksistensi Miss World di bumi Indonesia cukup bisa dipahami. Pertama, mereka telah mengalami semacam kekalahan diplomasi. Ketika ormas dengan polosnya memelas supaya Miss World tidak diadakan di Nusantara, baik pemerintah maupun masyarakat adat Bali bergerak “selangkah lebih maju.”

Masyarakat Bali yang terkenal pula religiusmelalui Gubernur Bali bernegosiasi untuk tidak menggunakan bikini. Namun tentu harus dipikirkan bukan? Apa kompensasinya untuk tetap membuat Miss World menarik? Apa lagi kalau bukan kebudayaan lokal dan kultur religi rakyat Bali sendiri.

Para kontestan Miss World, dapat menjadi semacam iklan hidup yang menampilkan pakaian adat Bali dengan background pura-pura Hindu. Harus diakui, agama Hindu meski minoritas di Indonesia, namun menjadi salah satu alasan mengapa Indonesia dan Bali masih menjadi magnet wisatawan mancanegara. Film Eat, Pray, Love menjadi saksi bahwa kebudayaan religi Bali memiliki nilai komersial level Hollywood.

Konklusinya, keberadaan Miss World 2013 adalah murni kemenangan masyarakat Bali dan umat Hindu dalam mempromosikan iman dan kebudayaan mereka. Wajar ormas Islam marah dan mengatakan tak ada manfaatnya karena....ya apa manfaatnya buat golongan mereka? Toh mereka masih belum tahu cara menjual religi mereka dalam konteks global modern dimana segala sesuatu diukur dari persaingan komersial.

Apakah ini akibat kecemburuan sosial ormas Islam, karena umat Bali dan Hindu dapat bersaing di level komersial dalam memasarkan iman dan kebudayaan lokal mereka? Entahlah.

Anda Mungkin Tertarik Membaca:

1. Ini Jawaban Ahok Bila Anak Istrinya Dibunuh

2. Ahok Preman Balaikota

3. Hah? Australia Bantu Indonesia Merdeka

4. Israel, Palestina, 1948 FAQ

5. Kontroversi Hak Paten Allah: Ketika Muslim Tidak Mampu Hadapi Persamaan Ketimbang Perbedaan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline