Membahagiakan orang lain, entah itu orang tua, teman, kerabat, atau orang yang kita sayangi, tentunya adalah sebuah kebahagiaan semua orang. Siapa sih yang tidak merasa senang tatkala orang lain tersenyum dan bahagia saat kita berada di sisi mereka? Perasaan terbantu yang dirasakan orang lain ketika uluran tangan yang kita berikan disambut dengan manis oleh mereka, adalah sebuah kenikmatan duniawi yang memberikan rasa puas bagi kita sebagai manusia dalam menjalani hidup sebagai mahkluk sosial. Tak ayal, banyak orang pun berlomba-lomba agar bisa membahagiakan orang-orang terdekat mereka. Namun tahukah kalian, dari sekian banyak orang yang bahagia akan keberadaannya, ada satu orang yang mungkin tidak bisa sebahagia yang lainnya. Siapakah dia? Yap, diri mereka sendirilah. Fenomena seperti ini seringkali disebuat sebagai fenomena people pleaser. People pleaser sendiri adalah sebuah ungkapan atau labelling yang ditujukan pada seseorang yang terlalu berfokus dalam membahagiakan orang-oranng sekitarnnya, tanpa memerdulikan dirinya sendiri. Kenapa menjadi seorang people pleaser itu bisa dibilang menyakitkan bagi kita? Simak alasan- alasannya dibawah ini.
1. Perasaan Cemas Berlebihan Ketika Keberadaan Mereka Serasa Tidak Dibutuhkan
Perasaan cemas maupun khawatir merupakan perasaan yang naluriah dialami oleh setiap manusia, Bahkan sedari zaman purba pun, manusia sudah merasa cemas ketika mereka dikejar oleh hewan buruan mereka. Namun, rasa cemas yang dimiliki oleh seorang people pleaser pastinya berbeda dengan perasaan cemas yang kita bahas sebelumnya. Perasaan cemas yang mereka rasakan bertumpu dari persepsi orang lain terhadap mereka. Apakah mereka membutuhkan bantuan dari sang people pleaser ini? Pikiran-pikiran semacam itulah yang terkadang membuat seorang people pleaser merasa cemas dan khawatir apabila keberadaannya serasa tidak dibutuhkan. Diamenganggap apabila orang tidak meminta bantuan darinya, orang sudah tidak menganggap dirinya sebagai pribadi yang berguna. Padahal, bisa jadi orang-orang lebih berpikir apabila sungkan untuk meminta bantuan pada orang lain untuk suatu pekerjaan yang remeh temeh.
2. Rasa Letih Memenuhi Ekspektasi Orang-Orang Sekitarnya
Membahagiakan orang lain tidak hanya bisa dilakukan dengan memberikan uluran tangan, namun bisa juga dengan memenuhi harapan yang diberikan orang lain pada mereka. Ketika seseorang berharap apabila seorang people pleaser ini bisa sukses, maka ekspektasi yang diberikan padanya serasa wajib untuk dipenuhi. Karena apabila tidak sampai terpenuhi, rasa kecewa dari orang lain akan membuat orang-orang people pleaser ini merasakan stress luar biasa yang menganggap bahwa dirinya sebegitu gagalnya dalam membahagiakan orang lain. Nyatanya, harapan kembali lagi bukanlah sebuah target yang wajib kita penuhi. Harapan bersifat 50:50 dimana gagal pun sudah diapresiasi akan usahanya, sementara apabila berhasil pun bisa menjadi bonus baik bagi orang tersebut maupun sekitarnya.
3. Sukar Menolak Suatu Permintaan Dari Orang Lain
Sama halnya dengan yang sudah tertulis pada poin nomor 2, pada poin ini segala bentuk permintaan orang lain akan ditanggapi oleh seorang people pleaser sebagai suatu "doa" yang wajib mereka kabulkan. Permintaan sesepele apapun, seperti meminjamkan uang disaat dompet kita sedang tipis, Membagikan kuota data seluler disaat kuota sendiri udah mau abis, atau saat memaksakan diri untuk bertemu dengan teman lama yang pulang kampung padahal kondisi badan sedang tidak fit. Sangat sulit bagi seorang people pleaser untuk berkata "Tidak" pada permintaan-permintaan semacam tersebut. Apabila mereka menolaknya, mereka berpikir nantinya orang-orang akan menganggap mereka sebagai pribadi yang tertutup, susah untuk dimintai tolong dan sebagainya. Selayaknya ekspektasi, permintaan itu tadi pun juga bersifat opsional dan tidak wajib kita penuhi. Toh juga manusia dengan segala keterbatasannya, tidak mampu mengabulkan semua permintaan tersebut. Orang-orang tetap akan bahagia dan merasa terbantu, tidak peduli apapun jawaban yang kita berikan.
4. Lambat Laun Kehilangan Kepercayaan Diri
Rasa percaya diri untuk menolak sesuatu, rasa percaya diri untuk lebih yakin pada kemampuan diri sendiri, lambat laum semua tersebut akan memudat ketika seorang people pleaser menitikberatkan kepercayaan diri mereka pada validasi orang lain. Bagi mereka, validasi dari orang lain sebegitu pentingnya demi menunjukan seberapa berharganya diri di mata orang lain. Harga diri mereka ditentukan oleh bagaimana orang lain melihat mereka, bukanbagaimana mereka berkaca pada diri mereka sendiri. Tentunya hal semacam ini buruk apabila dilanjutkan lebih jauh, karena akan menyebabkan "setir kehidupan" seseorang dipegang bukan oleh kita sendiri, namun oleh orang lain. Bagaimana kita menjalani hidup kembali lagi adalah keputusan kita, dan karakter kita bagaimana mempengaruhi semua keputusan-keputusan tersebut. Apabila sesuatu ditentukan oleh seberapa kita berharga dimata orang lain, bukankah serasa kita menjadi tamu di rumah kita sendiri? Memanglah sebuah perbuatan terpuji apabila kita bisa membantu sesama. Namun, bukankah akan lebih baik lagi sebelum kita memutuskan menolong sesama, diri kita sendiri terlebih dulu sudah kita tolong?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H