Tidak ada titik yang lebih mengasyikkan untuk menjangkau Kiyomizudera (清水寺, Kuil Air Suci) jika bukan dari Distrik Higashiyama. Menelusuri distrik ini, saya seolah diajak kembali ke masa lalu Jepang. Kedai-kedai kuno yang telah setia melayani peziarah selama berabad-abad hingga kini berbaris rapi di sepanjang jalan. Di sudut lain, beberapa bangunan kayu masih dipertahankan keasliannya sebagai ryokan, penginapan khas Jepang. Di sela-sela bangunan tersebut, terselip gang-gang sempit yang berujung entah ke mana. Terbersit keinginan mengikutinya, tapi takut kehilangan arah.
Ramai orang di Distrik Higashiyama (Sumber: Dokumen pribadi)Membentang sepanjang 2 km, Distrik Higashiyama memajang ragam kekhasan Kyoto. Porselin Kiyomizu-yaki, tas tangan cantik, kipas warna-warni, serta kudapan tradisional penggugah selera dijual oleh hampir semua toko. Beberapa rumah teh juga dapat disinggahi ketika kaki menuntut untuk berhenti. Jalanan ini memang surga bagi penggila belanja. Namun bagi mereka yang ingin menutup dompet rapat-rapat seperti saya, sudah barang tentu sangat menyenangkan untuk sekedar mengedarkan mata. Terlebih lagi bila tak sengaja bertemu dengan Geisha dan Maiko yang sedang berjalan-jalan. Jadi semacam kejutan tersendiri.
[caption caption="Cantik dalam balutan kimono (Sumber: Dokumen Pribadi)"]
[/caption]
Kiyomizudera menjadi ujung dari perjalanan saya. Terletak di kaki Pegunungan Otowa, kuil ini merupakan sebuah komplek luas yang dibangun pada tahun 778 M, sebelum Kyoto menjadi ibu kota Jepang kuno. Bagian-bagian dari bangunan kuil bertebaran di banyak tempat mengikuti setiap lekuk dari kontur bukit. Oleh karena itu, saya mesti meniti ratusan anak tangga agar dapat menyambangi setiap bangunan. Di bagian depan area kuil, Gerbang Deva, Gerbang Barat, Menara lonceng dan Pagoda Tiga Tingkat berdiri dengan megah. Okuno-in dan ruang Amitabha tersembunyi di balik rimbun mekar bunga sakura pada bagian belakang kuil. Semuanya dibangun dengan mengikuti pakem bangunan kuil di Jepang.
[caption caption="Deva Gate (Sumber: Dokumen Pribadi)"]
[/caption]
Bagian terbesar dari Kiyomizudera adalah Hondo atau ruang utama. Ruang ini merupakan singgasana bagi Kannon Bodhisatwa, dewa berkepala sebelas dengan ribuan lengan. Menurut kepercayaan masyarakat Jepang, Ia memiliki kuasa untuk mengabulkan setiap doa. Tak heran tempat ini selalu penuh sesak dengan para peziarah. Lantaran kondisi ini, saya tak dapat melihat rupa Kannon Bodhisatwa. Suasana Hondo hanya bisa saya tangkap melalui aroma dupa yang dibakar oleh para peziarah. Begitu pekatnya, hingga menusuk indera penciuman.
[caption caption="Hondo (Sumber: Dokumen Pribadi)"]
[/caption]
Beranda Kiyomizu merupakan bagian tak terpisahkan dari ruang utama. Di masa pembangunannya, kayu zelkova setinggi 13 meter dipasang di lereng bukit tanpa memakai paku satu pun, dan di atasnya disusun lebih dari 410 papan kayu cemara yang berfungsi sebagai lantai. Metode kuno ini dinamakan kake-zukuri. Meski telah diinjak jutaan kali, beranda ini tetap kuat menampung ribuan pengunjung dalam sekali waktu kunjungan. Dari beranda ini, cantiknya panorama kota Kyoto dapat dinikmati sepuasnya.
[caption caption="Ribuan anak tangga menghubungkan semua bagian Kiyomizudera (Sumber: Dokumen Pribadi)"]
[/caption]
Nah, bagi yang ingin segera mendapat jodoh dapat menyambangi Kuil Jishu yang terletak di belakang Hondo. Di depan kuil ini, terdapat 2 batu yang dinamakan ”Batu Buta” dan ”Batu Peramal Cinta”. Konon, bila dapat berjalan lurus dalam keadaan mata tertutup sampai di depan ”Batu Buta” dengan tepat, maka setiap keinginan akan terwujud. Termasuk dalam urusan perjodohan. Lain halnya dengan ”Batu Peramal Cinta”. Justru batu ini dipercaya mampu mengetes kekuatan cinta seseorang. Bila ternyata arah kaki tidak tepat menuju letak batu ini, maka ia dianggap masih mempunyai hati yang bercabang.
[caption caption="Suasana Kiyomizudera (Sumber: Dokumen Pribadi)"]
[/caption]