Lihat ke Halaman Asli

Veeramalla Anjaiah

TERVERIFIKASI

Wartawan senior

China sebagai Hegemon Regional di Laut China Selatan

Diperbarui: 10 Juli 2023   06:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peta Laut China Selatan. | Sumber: UNCLOS/CIA/BBC

Oleh Veeramalla Anjaiah

Kecenderungan hegemonik China menjadi keadaan nyata di Laut China Selatan (LCS). Perselisihan yang dipicu secara sepihak melibatkan banyak anggota maritim dari kelompok Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan telah menimbulkan kekhawatiran yang signifikan di seluruh dunia.

China adalah satu-satunya negara yang menggunakan kekuatan militer untuk menduduki Kepulauan Paracel, yang dikenal sebagai Kepulauan Xisha di China, di LCS dari Vietnam Selatan pada tahun 1974. China juga secara paksa merebut kendali Johnson South Reef dari Vietnam pada tahun 1988.

Berdasarkan peta kontroversial yang disebut peta Sembilan Garis Putus, China mengklaim lebih dari 90 persen wilayah LCS.

Klaim-klaim ini mempertaruhkan akun mereka ke hampir seluruh LCS dan mencakup zona ekonomi eksklusif (ZEE), perairan teritorial dan dalam beberapa kasus bahkan batas fisik negara lain.

Negara-negara seperti Malaysia, Vietnam, Indonesia, Brunei Darussalam dan Filipina telah memiliki kekhawatiran serius atas sembilan garis putus yang diklaim secara ilegal oleh China, yang mengganggu wilayah geografis mereka sendiri.

Presiden Indonesia Joko Widodo (tengah) berbicara dengan wartawan di pangkalan militer di Kepulauan Natuna. | Sumber: Presidential Palace handout

Indonesia, pemimpin de facto ASEAN dan anggota G20, bukanlah negara penuntut dalam sengketa LCS tetapi China mengklaim sebagian ZEE-nya di Laut Natuna Utara (LNU) sebagai bagian dari peta Sembilan Garis Putus.

Pengadilan Arbitrase Permanen (PCA) di Den Haag memutuskan pada tahun 2016 bahwa peta Sembilan Garis Putus secara hukum tidak sah dan tidak ada bukti bahwa China telah melakukan kontrol eksklusif atas LCS. Peta tersebut juga tidak sesuai dengan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982. China dan semua negara penuntut ASEAN telah menandatangani UNCLOS.

Sengketa ini juga telah menimbulkan banyak eskalasi dan kebuntuan yang melibatkan negara-negara maritim di sekitar wilayah sengketa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline