Berwisata tak harus jauh hingga ke negeri seberang atau di lokasi yang tengah kekinian. Berwisata ke tempat yang "itu-itu saja" bisa mencipta daya tarik tersendiri, jika kita mau melihatnya dari kacamata yang berbeda. Semua karena Indonesia kaya akan khasanah budaya dan kecantikan alam.
"Ini di mana sih, Bunda?"
Kalimat ini meluncur dari mulut anak lelaki pertama saya yang berusia delapan tahun ketika ia menginjakkan kaki untuk kali pertama di pelataran Candi Prambanan, Daerah Istimewa Yogyakarta. Binar matanya begitu cerah dan senyuman tak bisa lepas dari bibirnya tatkala memandang tiga candi Trimurti dari kejauhan. Seolah ia tak sabar untuk segera berlari dan menyentuh batu-batu dan relief yang menghiasi setiap sudut candi.
Bagi seorang anak yang kesehariannya berkutat di pinggiran kota metropolitan Jakarta, tak banyak pemandangan "megah" yang bisa ia kagumi selain gedung, perumahan, dan pusat perbelanjaan. Landmark yang menarik perhatian pun, seperti Monas, berada tepat di jantung kota, di kelilingi gedung-gedung lainnya. Tak ada yang menyatu sedemikian lekatnya dengan alam sehingga mencipta pemandangan yang menakjubkan bagi seorang anak yang baru pertama kali melihatnya.
"Besar sekali, Bunda. Ini masih di Indonesia kan?" ucapnya seolah ia melihat sesuatu yang benar-benar out of this world.Tentu saja saya tertawa, karena tak mungkinlah saya dan suami mengajaknya liburan ke luar angkasa.
Anak saya yang pertama ini memang memiliki ketertarikan tersendiri pada budaya dan sejarah negerinya. Masih terekam jelas dalam ingatan ketika saya pertama kali mengajaknya ke salah satu wisata museum pertamanya, Museum Geologi di Bandung. Setiap alat peraga ia baca dengan teliti satu persatu, sehingga kunjungan rata-rata bagi anak SD yang biasanya hanya sekejap, kami habiskan melewati satu jam. Hanya demi si anak sulung memuaskan rasa ingin tahunya. Pola ini terus konsisten setiap kami mengajaknya ke museum demi museum yang lain.
Maka liburan lalu saya setengah memaksa suami agar mengajak si sulung ini, dan adiknya tentu saja, berwisata ke Yogyakarta. "Kotanya beda dengan Jakarta dan Bandung. Penuh dengan atmosfir budaya, banyak peninggalan sejarah, dan terutama ada candi yang anak-anak belum pernah lihat. Mereka harus lihat itu!"
Dan rasa penuh kekaguman adalah kesan pertama ketika anak kelas 3 SD itu menapaki kaki di pelataran candi yang kerap disebut Candi Roro Jonggrang ini. Dari pelataran yang datar, ia mengajak adiknya segera berlari menembus daratan berpasir menuju candi Trimurti terbesar yang berada di pusat kompleks candi.
Ayahnya kemudian ia hujani dengan beragam pertanyaan soal sejarah candi, mulai dari bagaimana membangunnya dan apa isinya. Dengan segera Ayah membekali anaknya itu dengan peta lokasi dan booklet informasi yang dijual di sekitar candi yang kemudian ia baca dengan seksama.