Lihat ke Halaman Asli

Jerat Pamer dalam Parsel

Diperbarui: 17 April 2023   10:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo


Media sosial kini ramai dengan beragam postingan hampers atau parsel yang diberi oleh rekan kerja, kerabat, maupun keluarga. Seolah berlomba-lomba untuk menyatakan terima kasih atau memperlihatkan betapa banyaknya orang yang sayang. Bukankah lebih baik jika ucapan terima kasih itu disampaikan langsung tanpa postingan? Padahal jika kita mampu menyembunyikannya di dunia maya, justru memberinya tempat khusus atau ekslusif karena tidak diketahui yang lain. 

Sebab, ketika sampai di media sosial dan tampak oleh rekanan lain, tak jarang justru menjadi perbincangan hangat yang dapat memecah kongsi. Contohnya, ada saja yang merasa tak dianggap, "Kok gue ga dibagi? Padahal dulu kita deket!". Padahal bisa jadi, orang yang memberi tidak sengaja skip atau kelupaan. Tapi, gara-gara diposting oleh yang menerima dan diketahui oleh teman baik pemberi namun tidak kebagian, dilalah malah menjadi bahan pergunjingan.

Adakalanya memang lebih baik menyimpan sendiri. Kalau ingin berbalas, silahkan. Kalau memang tidak, ya tidak masalah sebenarnya. Tapi, masyarakat kita ini cenderung tidak enakan. Apalagi dengan munculnya tren FOMO (Fear of Missing Out) yang berarti takut kehilangan momen. Sudah barang tentu, banyak yang tidak ingin ketinggalan akibatnya jadi ikut-ikutan. Kalau diposting, tapi tidak me-repost takut dibilang sombong. Duh, kasihan sekali. Semoga kalian terbebas dari bayang-bayang yang tidak perlu ini.

Di sisi lain, adapula orang yang diberi merasa berat hati. Pasalnya, perekonomiannya sedang tidak baik-baik saja. Walau mendapat THR, rupanya ada yang sudah menyiapkan dana untuk anaknya yang mau masuk sekolah, ada yang sengaja hemat karena orang tuanya sedang di rumah sakit, dan adapula yang menyiapkan dana THR untuk melunasi cicilannya yang tak habis-habis. Alhasil, sebuah pemberian yang erat dengan kasih atau kebahagiaan, untuk sebagian orang justru menjadi beban. Makna berbagi pun berubah menjadi friksi. Hingga akhirnya, tidak sedikit yang memaksakan diri untuk berhutang demi membahagiakan orang padahal dirinya sendiri dalam kesulitan. Tragis, bukan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline