Bertepatan dengan musibah yang menimpa Turki, kucing yang biasa nangkring di halaman rumahku meninggal dunia. Sejak 15 tahun lalu, hidupku selalu mengacu pada sebuah "sign". Secara sadar, aku seringkali mengaitkan sebuah kejadian dengan tanda yang sebelumnya terjadi, terbayang, atau bahkan terlintas di alam bawah sadar.
Turki begitu dikenal dengan kucing liarnya. Sejak masa Ottoman, keberadaan kucing begitu dicintai dan dihargai oleh warganya.Mengala? Pasalnya kucing menjadi pahlawan bagi manusia karena mampu menghalau tikus dari perpustakaan dan lumbung di sana. Dengan demikian, pertumbuhan kucing di Turki pun berkembang pesat. Di tahun 2019, New York Times merilis total kucing di Istanbul sekitar 125.000 kucing. Bayangkan jika keberadaannya dihitung di seluruh penjuru Turki? Maka tak heran jika kucing liar di sana menjadi bagian dari penduduknya.
Gempa dengan magnitudo 7,8 yang melanda Turki diperkirakan memakan korban hingga ribuan jiwa. Tentu, tidak hanya penduduk manusianya yang menjadi korban. Begitu juga dengan makhluk lainnya, terutama kucing. Lalu, erat kaitannya dengan peristiwa menyedihkan yang baru saja terjadi di Turki, kucing di rumahku tiba-tiba ditemukan tersungkur di balik pot bunga. Ia meringkuk, bersandar. Cukup mengejutkan. Di sekitarnya, ada dua temannya yang sesekali berkunjung, termenung.
Ibuku bilang, "bahkan kedua kucing itu tidak nafsu makan". Lain halnya jika kucing di rumahku masih hidup. Biasanya mereka saling meraung. Tapi kucingku, sering mengalah. Terkadang, aku lontarkan semangat untuk melawan. Tapi tetap saja, Ia memilih untuk menghindar.
Sama halnya dengan Kaisar Ottoman menghargai kucing liar. Hatikupun terenyuh ketika mengetahui Ia telah tiada. Tanpa disadari, mataku berkaca-kaca. Kucing ini tanpa nama. Ia bahkan tak suka disentuh manusia. Sifatnya sangat berbeda dengan kucing lain yang begitu lenje. Dia paham bersikap bahkan tau diri. Saat pintu terbuka, bahkan Ia enggan masuk ke dalam ruangan. Paling berani hanya maksimal 2 jengkal tanganku dari jarak pintu.
Biasanya, ketika suara piring berbunyi, wajahnya terlihat di depan pintu. Sesekali mengeong. Mungkin pertanda mau makan bersama. Hari ini hujan. Di hari ini pula, kucingku bermalam di alam kubur. Aku menulis seraya berharap berjumpa di alam bawah sadar. Manatau ketika terbangun, aku pun sudah tersungkur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H