Hari raya adalah hari yang ditunggu-tunggu untuk bisa berkumpul dengan keluarga. Begitu juga dengan harapan mahasiswa yang sedang berada di rantau. Selain melepas rasa rindu, ragam masakan khas lebaran juga menjadi hal yang tak ingin dilewatkan.
Oleh karena itu, saya pun berangkat ke Roma untuk bertemu dengan Ibu, bapak, dan teman-teman Indonesia yang jumlahnya lebih banyak ketimbang di tempat saya belajar yakni di Calabria.
Roma sebagai ibukota, menjadi salah satu persebaran masyarakat Indonesia terbanyak di Italia. Adapun di tempat saya berada, hanya ada 13 mahasiswa. Sementara beberapa lainnya tersebar di negara eropa lain karena sedang mengikuti pertukaran pelajar, magang dan sisanya mengikuti kelas online di Indonesia.
Setiap berkunjung ke Roma, salah satu hal menarik yang saya rasakan adalah bertemu dengan bangsa Indonesia dengan latar belakang yang berbeda.
Selain bertemu teman-teman mahasiswa, saya meluangkan waktu untuk bertemu para pekerja entah dari kedutaan maupun para tenaga kerja Indonesia di berbagai bidang. Ada yang bekerja sebagai asisten rumah tangga, perawat orang tua, pengusaha, pekerja tidak tetap maupun bekerja di persatuan bangsa-bangsa. Mendengar pengalaman mereka, membuat saya betah berlama-lama.
Italia sebagai negara dengan produk domestik bruto terbesar kesembilan di dunia atau ketiga terbesar di zona eropa (tradingeconomics.com), memiliki sistem perekonomian yang sangat berpihak kepada yang lemah. Mulai dari pensiun yang diterima hingga ragam bantuan kesejahteraan yang disediakan untuk para asisten rumah tangga maupun para pekerja kelas bawah lainnya.
Dalam keadaan yang cukup sulit karena pandemi ini, sebagai mahasiswa, saya sangat terbantu dengan berbagai program bantuan yang disediakan oleh pemerintah Italia. Mulai dari uang tunai yang diterima, voucher belanja, dan voucher liburan, serta ragam voucher lainnya yang nilainya cukup besar. Untuk bantuan tunai, kami mendapatkan total 2000 Euro yang turun secara berangsur sebanyak 5 kali di tahun lalu. Begitu pun dengan tahun ini, yang rencananya akan turun serupa.
Adapun voucher belanja, bagi yang mengajukan, bisa mendapatkan 200 Euro yang bisa dipakai di berbagai supermarket, farmasi, dan lainnya. Begitu pula dengan voucher liburan yang bisa dipakai di berbagai penginapan dengan nilai 150 Euro. Itu baru beberapa hal yang saya ketahui. Ada banyak lagi bantuan yang disediakan kalau kita mau mencari. Syaratnya, penghasilan kita berada di bawah 15.000 Euro per tahun. Menarik, bukan?
Kembali lagi soal pengalaman, para Ibu yang bekerja sebagai asisten rumah tangga maupun perawat orang tua, begitu membuat saya tercengang. Bahkan di antara mereka ada yang telah menghabiskan 40 tahun lebih hingga mereka dan tuannya, menua bersama. Saya pun tersenyum ketika mendengar cerita Ibu surya yang hingga kini setia bekerja di tempat seorang nenek. Ibu asal Semarang ini berusia 73 tahun. Saat ini Ibu surya telah pensiun. Namun, masih tetap bisa bekerja 2 atau 3 jam per tiga hari dalam seminggu.
"Alhamdulillah, nenek sama anak-anaknya masih pingin saya kerja di sana," begitu ungkapan syukurnya. Pekerjaan setelah pensiun adalah kesepakatan antara kedua belah pihak antara dirinya dengan tuannya. Kalau dihitung-hitung, nilai pensiun Ibu surya cukup besar, hampir 2 kali lipat dari UMR di Jakarta.
Walau usianya telah renta, Ibu surya tetap menikmati pekerjaannya. Kata yang selalu terngiang dalam pikiran saya adalah "santai ajalah, nikmatin!" Benar juga. Selain bersyukur masih diberi kesehatan, Ibu surya yang lebih memilih tinggal di Italia juga begitu menikmati hidupnya di sini. Biasanya, Ibu surya pulang ke Indonesia setiap dua tahun sekali. Namun karena sedang pandemi, maka Ia terpaksa tidak pulang untuk bertemu anak cucunya di tahun ini.