Tatapan tajam enggan memejam. Semakin jauh berjalan, uratpun terasa kian tegang. Sayangnya bukan karena pandangan yang tak ingin dilewatkan. Melainkan, hantaman jalur berlubang dengan berbagai kedalaman yang terus menghadang. Bak kenangan mantan yang tak ingin hilang. Semakin dihindari, kian banyak ditemui. Begitu pun dengan tangan yang harus siap siaga mengayunkan kemudi. Rasanya seperti mengelak dari tebaran ranjau kala bermain Crash Team Racing.
Tak hanya menghantui kawasan Tol Jakarta Cikampek, lubang yang berserakan dengan jarak berdekatan terus menerawang di berbagai Tol Trans Jawa. Untungnya, masih kubercakap untung, perjalanan menuju Yogyakarta lumayan mulus ditemui kala melintasi perbatasan Tol Tegal Semarang. Namun, tetap saja umpatan berpacu saat terjebak liang jahat.
Di tengah tarifnya yang kian meroket, rongga darat pun kian membludak hingga akal tak sanggup menghitung secara mutlak. Padahal aku menanti jasamu yang katanya untuk marga. Begitupun dengan jargonmu yang menganggap pelanggan adalah raja. Jangan sampai para lubang melahap mangsa secara bergilir. Jika sebelumnya puluhan roda meledak dibuatnya, lalu haruskah ceruk melumat manusia?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H