Di sore yang teduh ini, tiba-tiba saya ingin menulis tentang dua kata yang pastinya akan melekat sepanjang masa selama kita hidup di dunia fana ini yakni masalah atau ujian.
Mayoritas di antara manusia tentu berharap dapat menghindarinya dan semua rencana berjalan lancar tanpa masalah tapi tidak sedikit juga yang berdoa apabila bisa menghadapi segala ujian yang menghadang.
Bagi saya, dua kata ini bisa mengkategorikan cara kita berpikir. Kata masalah umumnya digunakan apabila seseorang mendapati hal yang tidak diinginkan. Karena kedatangannya tidak diharapkan, maka masalah biasanya masuk dalam kategori negatif.
Di sisi lain, adapula orang menganggap sesuatu yang tak dikehendaki terjadi sebagai ujian. Walau maknanya hampir sama, bagi saya kata ujian lebih kepada sesuatu yang positif meski kadang orang tidak siap menghadapinya. Sehingga apabila mampu melewati, kita akan merasa naik kelas. Oleh karena itu, saya lebih memilih kata ujian ketimbang masalah.
Pendek kata, baik ujian maupun masalah, keduanya harus dilalui untuk mendapatkan sesuatu. Apakah itu berbentuk emosi, nilai, finansial, karir, dan lain sebagainya. Lalu, bagaimana dengan hasil? Tentu ada yang tercapai dan ada yang tidak. Tapi menurut saya, hasil bukanlah semata-mata tujuan karena kunci lulus atau tidaknya sesuatu, ada pada proses yang kita lewati. Dari proseslah kita banyak belajar. Tentu harus dicari, digali, dan ditelusuri hingga kita menemukan nilai sesungguhnya.
Nah langkah awal untuk mengumpulkan kepingan nilai itu tidaklah sulit, yakni dengan merenung. Saya yakin semua orang bisa melakukannya. Bermenunglah secara universal, mulai dari awal, saat melalui, hingga terlewati. Dirinci apa yang telah dilakukan sambil mengopi, melihat awan, memandang sekitar, atau apapun itu yang membuat kita tenang. Tidak perlu waktu lama, sekian menit saja asal bisa kita resapi, lambat laun akan terasa khasiatnya.
Dari situlah, biasanya energi positif berdesakan masuk dalam pikiran hingga kita pun akhirnya mengangguk-angguk, mengguman ohya ya, hmmm iya juga sih, oh ternyata gitu, untung aja gini, dan banyak ekspresi lain yang terungkap atau tidak, sesungguhnya menggiring kita pada nilai positif hingga kita peroleh rasa syukur.
Kalau sudah bersyukur, tidak ada yang bisa mengalahkan rasa terima kasih ini kecuali pemikiran kita sendiri yang menghilangkannya. Dari perasaan tersebut, terkumpulah nilai hidup yang tak terhingga, tergantung pada kemampuan kita menghitungnya. Semakin dihitung, ternyata jumlah manfaatnya bisa melebihi ekspektasi hasil dari pemikiran kita sebelumnya.
Dalam sebuah pekerjaan, angan, atau khayalan, tentu kita berharap apa yang kita rencanakan tercapai bukan? Tapi apabila kita tidak berhasil menggapainya, lantas apakah kita bisa langsung menerima? Tentu tidak semua bisa. Nah, untuk melegakan atau menerima segala hasil, balik lagi, jawabannya itu ada pada proses. Putar balik skema pemikiran memang butuh waktu, tapi jika mau mencoba, ada saja jalannya sehingga kita dapat beragam manfaat dibaliknya hingga berujung pada rasa syukur.
Jadi setelah mendapat ujian, luangkan waktu untuk merenung, berpikir tentang apa yang kita dapat dari yang telah kita perbuat karena mustahil kita terima nihil. Dalam nihil pun ada titik di dalamnya apabila kita mau melihat secara detail. Kecewa jelas ada tapi apabila kita mau mengorek sisi baiknya, pasti ada saja yang ditemukan. Jadi, yuk luangkan waktu untuk merenung!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H