Sebulan setelah Muhammad Rieziq Shihab (MRS) tiba di Indonesia, kegaduhan terjadi selama berhari-hari bahkan berminggu-minggu setelahnya. Kontroversi ini karena banyak sekali peristiwa yang tidak pada koridor seharusnya. Masyarakat terjebak antara membela MRS dan FPI, di sisi lain menyatakan setuju atas penahanan MRS dan pelarangan Front Pembela Islam (FPI) pada akhir tahun lalu.
Bukan karena kontroversi di masyarakat, MRS fitahan dan kemudian Front dilarang di Indonesia. Namun setidaknya banyak pelanggaran yang sudah dilakukan oleh dua pihak itu selama ini.
Jauh sebelum masa ini, mungkin diantara kita masih ingat bahwa MRS pernah beberapa kali diproses secara hukum dan kemudian ditahan. Pertama yaitu pada tahun 2001, MRS diproses karena menjadi tersangka penyebar kebencian pada demo anti Amerika Serikat. Setahun kemudian, dia diproses kembali dan dipenjara selama tujuh bulan karena terbukti sudah menghasut banyak orang terutama FPI yang dipimpinnya untuk merusak tempat hiburan di Jakarta. Tak hanya itu , pada tahun 2008 MRS kembali menjadi tersangka dan kemudian dihukum penjara selama 1,5 tahun karena pengroyokan dan kerusuhan Monas. Kemudian pada tahun 2017 dia terlibat pada kasus penghinaan Pancasila dan pornografi yang keduanya kemudian dihentikan oleh polisi.
Terakhir yang terjadi adalah menjadi tersangka kerumuman massa yang melanggar protocol kesehatan Covid-19. Padahal kita tahu, pemerintah dan kita bersama-sama berusaha dengan sangat keras untuk membasmi penyebaran Covid-19 di Indonesia. Dengan kata lain, hal sengaja yang dilakukan oleh MRS (dengan mengumpulkan massa dll) menegasikan apa yang dilakukan pemerintah dan sebagaian besar masyakarat Indonesia. Sehingga apa yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap MRS bukan berasal dari ruang hampa.
Kita tahu bahwa Islam di Indonesia tidak monoidentitas, namun itu bukan berarti bahwa seluruh tindakan sebagian umat atau ormas itu benar. Mungkin kita bisa menengok ormas seperti NU yang mewakili Islam tradisonal dan punya banyak umat Islam, yang punya kiprah dan berkontribusi positif bagi bangsa Indonesia. Juga Muhammadiyah yang merupakan wujud Islam moderat, punya segudang kiprah dan prestasi.
FPI sendiri tidak banyak berkontribusi positif bagi negara. Dari uraian di atas kita bisa tahu bahwa banyak pelanggaran hukum yang dilakukan oleh FPI. Mulai dari provokasi sampai pelangggaran pidana lainnya. Di sisi lain, FPI tidak mempresentasikan sebagai umat islam di Indonesia karena yang lebih berhak dianggap representasi umat islam di Indonesia adalah NU dan Muhammadiyah yang selama ini punya prestasi cemerlang dan selalu memelihara kebinekaan di Indonesia.
Karena itu, mari kita sadar sepenuhnya bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah itu yaitu pelarangan FPI sudah selayaknya dilakukan. Organisasi massa hadir tidak untuk memprovokasi rakyat dan menghambat kemajuan bangsa, namun sebaliknya, dia harus menjadi motor bagi prespektif positif dan membantu negara mewujudkan kesejahteraan bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H