Lihat ke Halaman Asli

Mari Ikut Berantas Ujaran Kebencian

Diperbarui: 5 Februari 2019   23:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dawainusa.com

Kita bersama tahu bahwa pengguna internet semakin tahun bemakin bertambah jumlahnya. Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia sudah mencaai 132, 7 juta. Jumlah ini nyaris separoh dari penduduk Indonesia.

Jumlah ini sangat luar biasa banyak bila dibandingkan dengan beberapa Negara tetangga semisal Malaysia, atau Filpina. Padahal jika dibandingkan dengan tingkat pendidikan dan literasi, negara kita masih jauh tertinggal dibanding Singapura atau Thailand atau Malaysia, misalnya.

Tingkat pengetahuan literasi yang rendah ini berdampak pada banyak hal. Semisal banyak sekali narasi yang sebenarnya untuk konsumsi pribadi, semisal ibu yang memamerkan anak-anaknya. Atau urusan-urusan domestik lainnya yang sebenarnya cocok untuk konsumsi keluarga sendiri, menjadi konsumsi umum.

Atau bisa juga terjadi, konflik-konflik terjadi karena narasi-narasi berisi kebencian yang ada di media sosial. Mereka menggunakan media sosial untuk mempengaruhi orang atau pihak lain agar pendapatnya sama dengan dirinya. Narasi yang dipakai untuk mempengaruhi itu biasanya bersifat provokatif. Narasi provokatif biasanya mempengaruhi orang karena membuat orang terperangah. Alias tertarik kemudian mendengarkannya. Setelah itu bisa diperkirakan bahwa narasi-narasi itu kemudian mempengaruhi mereka.

Selain ujaran kebencian, muncul juga di dunia maya muncul juga apa yang dinamakan hoax dan fakenews. Yang berisi narasi yang bersifat menipu alias tidak benar. Ini sangat banyak beredar tidak saja di Indonesia, tapi juga di Malaysia dan beberapa negara Asia  lainnya.

Kondisi ini punya dampak yang tidak bagus untuk masyarakat. Termasuk juga generasi mudanya. Mereka terbiasa dengan makian dan sulit untuk mendapatkan narasi sehat karena dalam keseharian mereka mendapatkan narasi dengan residu (kotoran) sehingga hal itu mempengaruhi cara berfikir.

Bisa dibayangkan jika narasi-narasi itu tertanam pada benak mereka dan dibawa sampai dewasa. Bisa saja mereka juga "meneruskan" kebiasaan 'menghirup residu narasi' itu kepada anak atau keturunan mereka. Sehingga kita bisa memperkirakan bagaimana kehidupan jagat maya dan dunia informasi kita dalam beberapa tahun ke depan.

Karena itu demi masa depan para generasi muda ke depan, mari kita bersama-sama untuk selalu menjaga atmosfer narasi agar selalu bersih dari segala residu. Mari bersama-sama ikut memberantas ujaran-ujaran kebencian dengan mengingatkan teman-teman untuk selalu bernarasi dengan benar.  Sebelum mempercayai narasi yang kita terima tidak salahnya kita memeriksa kebenaran narasi atau informasi itu.

Dengan begitu kita bisa menjaga jagat informasi Indonesia ini bebas dari residu informasi.  Mari !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline