Seiring dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, berbagai informasi bisa diserap dalam waktu singkat. Berbagai budaya dari belahan negeri manapun juga bisa dipelajari, hanya melalui internet. Semuanya itu bisa masuk ke Indonesia hanya dalam waktu singkat. Salah satu berita yang saat ini sedang jadi perbincangan adalah, keputusan parlemen Israel yang meloloskan undang-undang yang dinilai kontroversial.
Beberapa poin yang diputuskan adalah menetapkan Israel sebagai negara khusus Yahudi. UU tersebut juga mencabut bahasa Arab dari daftar bahasa resmi, serta mengakui Yerussalem sebagai ibu kota Israel. Keputusan ini dinilai sebagai keputusan yang rasis, dan bisa memicu terjadinya konflik yang tak berkesudahan.
Sebagai bangsa Indonesia yang dipenuhi dengan keberagaman, tentunya harus dijaga dari segala pengaruh negative seperti keputusan yang rasis tersebut. Indonesia jauh lebih beragam dibandingkan negara-negara lain. Ribuan suku yang ada di negara ini, mempunyai adat dan budaya yang berbeda satu sama lainnya. Meski mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam, tapi juga banyak masyarakat yang memeluk agama Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu.
Bahkan masyarakat di pedalaman juga masih ada yang menganut aliran kepercayaan. Keberagaman itu semua berkumpul menjadi satu di Indonesia. Lalu, apakah bibit rasisme tidak ada di Indonesia?
Indonesia memang dikenal sebagai negara yang menjunjung tinggi toleransi. Indonesia juga dikenal sangat menghargai keberagaman. Namun, bibit rasisme tersebut juga ada di negeri ini. Misalnya saja, Benediktus Fatubun, mahasiswa asal Papua yang mendapatkan diskriminasi, yang kesulitan mendapatkan tempat kos ketika kuliah di Yogyakarta. Pengalaman mahasiswa ini pun juga sempat diberitakan salah satu media online. Pemilik kos selalu mengatakan kamar penuh, ketika mahasiswa berkulit hitam ini mengungkapkan keinginannya untuk mendapatkan kamar kos. Hal ini semacam ini salah satu contoh bibit rasisme masih ada disebagian masyarakat kita.
Tidak hanya itu, perilaku yang intoleran dari kelompok radikal, juga masih saja ada di negeri ini. Ujaran kebencian banyak ditemukan di dunia maya. Perilaku intoleran seperti persekusi terhadap orang atau kelompok tertentu, aksi kekerasan yang dilandasi SARA juga masih sering kita temukan. Bahkan dalam perhelatan politik seperti pilkada beberapa waktu lalu, ujaran kebencian dan provokasi SARA masih saja digunakan untuk menjatuhkan elektabilitas paslon. Praktek tidak hanya mengganggu kerukunan yang telah tercipta, tapi juga berpotensi melahirkan konflik-konflik baru.
Mari kita jaga negeri ini, dari segala provokasi bernuansa SARA. Jangan biarkan bibit kebencian seperti yang ditunjukkan Israel ke Palestina menyebar ke Indonesia. Jangan biarkan bibit intoleransi dan radikalisme terus mempengaruhi generasi muda kita. Keberagaman Indonesia merupakan anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita semua. Sudah semestinya pemberian Tuhan ini harus tetap dijaga dan dilestarikan. Salam damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H