Lihat ke Halaman Asli

Kebijakan Pemerintah Soal Kepemilikan Properti Akibatkan Bubble Economy

Diperbarui: 11 Agustus 2015   22:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kebijakan Pemerintah Soal Kepemilikan Properti Akibatkan Bubble Economy Pemerintah merevisi aturan kepemilikan properti bagi warga negara asing (WNA). WNA akan bisa memiliki tempat tinggal di Indonesia. Ini adalah langkah berani karena sewaktu kepemimpinan presiden Susilo Bambang Yudoyono, WNA tidak mungkin punya tempat tinggal.

Patut diingat adalah membolehkan wna punya tempat tinggal harus ada persyaratan ketat. Misalnya jangan sampai kebijakan itu memicu bubble economy lantaran harga properti melonjak lebih cepat dibanding kenaikan daya beli masyarakat. Tuntutan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 itu datang dari Real Estate Indonesia (REI).

Selama ini, dalam peraturan lalu menyebut bahwa WNA boleh memiliki properti dengan status hak pakai. Mereka meminta agar kebijakan itu diperlonggar supaya pasar properti nasional bergerak dan mengatasi ketertinggalan dari negara tetangga. Memang, negara-negara seperti Malaysia, Thailand, Singapura, dan Australia membolehkan warga asing memiliki properti di negara mereka. Banyak warga Indonesia yang membeli properti di sana. Ironisnya, pengembang domestik justru dilarang menjual properti kepada warga asing. Padahal ada ratusan ribu ekspatriat yang bekerja dan mempunyai usaha di Indonesia.

Dengan argumen tersebut, REI kemudian meminta Presiden Joko Widodo memperbolehkan kepemilikan properti bagi warga asing. Mereka beralasan, bila orang asing membeli properti, berarti akan mengalir lebih banyak dana dari luar. Presiden pun menyetujui permintaan itu dan berjanji menerbitkan regulasi yang baru.

Tapi aturan baru yang bakal terbit itu tetap harus punya batas yang jelas. Pertama, kepemilikan asing itu berlaku bukan untuk rumah tapak (landed house), melainkan apartemen. Kategori apartemen itu pun harus diatur, yaitu yang tak disubsidi. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono membuat batasan bahwa apartemen yang boleh dimiliki berharga minimal Rp 5 miliar.

Jumlah apartemen yang dimiliki pun mesti diatur. Berdasarkan peraturan pemerintah yang sudah ada, warga asing hanya boleh memiliki satu unit. Ketentuan ini harus dipertahankan karena, jika memiliki lebih dari satu unit, berarti mereka telah memasuki ranah bisnis atau investasi. Kemungkinan pelanggaran seperti itu harus dicegah, termasuk dengan pengenaan aturan pajak khusus.

Mereka yang boleh memiliki properti juga harus punya izin tinggal. Hal terpenting yang juga harus digarisbawahi: regulasi itu harus dipastikan tak mempersempit kesempatan masyarakat dalam memiliki hunian. Bukan apa-apa, kebijakan baru itu bisa membuat harga properti melonjak. Karena orang asing punya daya beli tinggi, pengembang bisa menggoreng harga jual dari Rp 2 miliar, misalnya, menjadi Rp 5 miliar. Lonjakan harga di atas nilai riil inilah yang akan memicu gelembung properti dan perbankan (bubble economy).

Kondisi itu akan bertambah parah bila sebagian besar pasar merupakan investor atau spekulator. Harga properti akan naik lebih cepat dibanding kenaikan daya beli masyarakat. Krisis ekonomi pun bukan mustahil lebih cepat terjadi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline