Pernah dengar Quarter Life Crisis?
ketika memasuki usia 25 tahun, usia dimana sudah mulai tumbuh kemandirian, kedewasaan, kematangan, punya idealisme dan bahkan sudah ada banyak orang yang menggapai cita-cita dan mimpinya selama ini, atau bahkan berada di titik puncak kejayaan.
Namun ada juga orang yang membandingkan dirinya dengan orang lain, ketika belum bisa mencapai kesuksesan atau keinginan yang diraih sehingga merasa insecure dan merasa krisis dalam hidupnya, inilah yang disebut Quarter Life Crisis.
Fase remaja sudah berlalu, kini memasuki quarter life bukanlah hal yang mudah bagi segelintir orang. Entahlah awal mulanya dari mana ada standarisasi bahwa usia 25 tahun itu harus sudah menikah, harus sudah bekerja dan sukses karir, harus sudah jalan-jalan keluar negeri, harus sudah punya mobil dan lain-lainnya, siapa yang membuat standar aturan seperti itu?
Well, bisa jadi ini karena dampak sosial media, salah satunya Instagram, dimana orang bangga dan memamerkan kesuksesannya di sosial media, sehingga pencapaian di usia 25 tahun terpampang nyata di akun pribadinya. Tidak salah memang, karena itu hak pribadi, hak dia sebagai pengguna sosial media.
Namun ketika orang lain melihat dan dirinya tidak bisa mendapatkan pencapaian itu di usia yang ke 25 tahun, apa yang akan dirasakan oleh orang tersebut? Termasuk diri saya sendiri yang seringkali terkena dampak sosial media, apalagi kalau mood sedang labil, melihat salah satu postingan saja terkadang bisa membuat diri menjadi insecure (merasa tak nyaman dan merasa diri kurang).
Waktu itu saya berdiskusi dengan teman saya, Navilla. Lalu kita bahas soal insecure. Sebetulnya ketika kita merasa insecure tanpa kita sadari, berarti kita sedang menghina Allah. Kenapa demikian? Karena Allah sudah menciptakan manusia itu mulia dan sudah Allah install dalam diri kita kekurangan dan kelebihan masing-masing, bahkan peran kita di dunia ini juga sudah Allah berikan pada kita.
Kita diciptakan berbeda-beda supaya bisa saling mengisi peran tersebut. Bayangkan saja jika semua orang di dunia ini mempunyai profesi yang sama, misalkan semua orang di dunia ini adalah Dokter, nanti yang menjadi pasiennya siapa? Nanti bagian yang meracik obat siapa? Nanti bagian yang menjual obat-obatan siapa? Dan siapa yang akan membangun rumah sakitnya?.
Maka Maha Adilnya Allah, Allah ciptakan manusia beragam peran dan fungsinya masing-masing. Kitanya lah yang sering kali membandingkan dengan orang lain dan ingin menjadi seperti orang lain, sehingga potensi yang ada pada diri kita ini tidak terlihat, bukannya sibuk mengembangkan potensi diri malah sering meratapi dan berfokus pada orang lain.
Inilah maksud menghina Allah, berarti kita sudah menghinakan diri juga bahwa kita tuh selalu merasa kurang dan tidak bersyukur. Justru ketika kita merasa kurang berarti kita harus berusaha memperbaiki diri, belajar lagi cari ilmunya dan mengasah potensi diri.
Salahnya banyak orang yang hanya meratapi, tidak percaya diri, murung dan mengurung diri hingga ingin bunuh diri karena merasa diri tak berarti.