Lihat ke Halaman Asli

Tradisi Malam Badirui: Memperkuat Persatuan Indonesia Melalui Kearifan Lokal

Diperbarui: 22 Desember 2024   17:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam 27 Ramadan. Sumber Ilustrasi: detik.com 

Dalam era globalisasi yang kian mengikis nilai-nilai tradisional, tradisi unik di Desa Koto Lanang, Kabupaten Kerinci, Jambi, menawarkan pelajaran berharga tentang penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat. Tradisi Malam badirui, yang dilaksanakan pada malam ke-27 Ramadan, bukan sekedar ritual keagamaan, melainkan juga perwujudan semangat persatuan Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila.

Tradisi Malam badirui mencerminkan penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan masyarakat. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, terwujud dalam prosesi pemilihan Imam, Khatib, dan Bilal untuk pelaksanaan salat Idulfitri. Sementara itu, sila kedua hingga kelima tercermin dalam semangat kebersamaan, musyawarah, dan keadilan yang menjadi inti tradisi ini. Keunikan tradisi ini terletak pada cara masyarakat Koto Lanang memadukan nilai-nilai religius dengan kearifan lokal. Persyaratan bahwa petugas salat Idulfitri harus berasal dari masyarakat asli yang memiliki suku mencerminkan penghargaan terhadap sistem sosial yang telah mengakar, sekaligus menjaga identitas komunal yang menjadi bagian dari keberagaman Indonesia.

Dalam pelaksanaannya, tradisi Malam badirui menghadapi berbagai tantangan di era modern. Globalisasi dan modernisasi berpotensi mengancam kelestarian tradisi ini. Selain itu, eksklusivitas dalam pemilihan petugas ibadah yang harus berasal dari masyarakat asli bersuku dapat memunculkan pertanyaan tentang inklusivitas di era yang semakin terbuka. Namun, tantangan tersebut dapat menjadi momentum untuk merefleksikan bagaimana nilai-nilai tradisional dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan esensinya. Masyarakat Koto Lanang telah membuktikan bahwa tradisi lokal tidak hanya mampu menjadi perekat sosial yang kuat, tetapi juga menjadi benteng pertahanan nilai-nilai luhur di tengah arus globalisasi.

Tradisi Malam badirui memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana mewujudkan Pancasila sebagai cerminan kepribadian bangsa. Beberapa strategi yang dapat dipetik dari tradisi ini antara lain: Pertama, Penguatan identitas lokal sebagai bagian dari identitas nasional. Tradisi ini menunjukkan bahwa kekhasan lokal justru memperkaya mozaik kebudayaan Indonesia. Kedua, Keterlibatan generasi muda dalam ritual tradisional untuk menjaga kelangsungan nilai-nilai luhur. Proses pemilihan petugas ibadah melalui Malam badirui menjadi wadah pembelajaran dan pewarisan nilai-nilai kepada generasi penerus. Ketiga, Adaptasi tradisi dengan konteks kekinian tanpa menghilangkan esensinya. Malam badirui membuktikan bahwa tradisi tetap dapat relevan dalam kehidupan modern dengan tetap mempertahankan nilai-nilai dasarnya.

Tradisi Malam badirui di Desa Koto Lanang menjadi contoh nyata bagaimana nilai-nilai Pancasila dapat diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Melalui tradisi ini, kita dapat melihat bahwa persatuan Indonesia bukan hanya sekadar slogan, tetapi juga terwujud dalam praktik kehidupan sehari-hari masyarakat yang menghargai tradisi dan nilai-nilai lokal mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline