Lihat ke Halaman Asli

Belajar Bersyukur dari Sosok Bersahaja

Diperbarui: 25 Oktober 2016   22:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak ada manusia yang sempurna, kekurangan dan kelebihan manusia telah dirancang Sang Pencipta dengan sedemikian indahnya. Kekurangan bukanlah halangan untuk tetap menjalani hidup. Seperti halnya sosok yang saya temui beberapa waktu lalu. Sosok sederhana nan bersahaja yang dapat menjadi inspirasi bagi orang-orang yang belum mensyukuri karunia dari Sang Pencipta. Beliau bernama Ngaliman, lahir di Purworejo pada tahun 1965. Kesehariannya beliau berdagang kerupuk udang, kerupuk bangka, dan sebagainya. Pak Ngaliman berdagang tak sendirian, beliau ditemani dengan sang istri tercinta.

Dengan kesederhanaannya pak Ngaliman berbagi cerita hidupnya. Beliau menjadi tuna netra sejak lahir. Pada umur 6 tahun sebenarnya pak Ngaliman masih dapat melihat hingga jarak 6 meter, namun saat bermain di pelataran rumah, mata beliau tercolok oleh temannya sehingga penglihatan beliau menjadi buta total.

Saya bertanya kepada beliau, “Apakah bapak pernah merasa kenapa harus saya yang mendapatkan cobaan seperti ini?”.

Beliau menjawab, “Iya pernah mba, waktu saya kecil sempat berpikir seperti itu, ‘kenapa harus saya’, tetapi saya tidak ingin terus-terusan mengeluh seperti itu karena mengeluh tidak bisa merubah keadaan mba yang ada hanya membuang waktu, ya saya bersyukur walaupun mata saya tidak bisa melihat tetapi telinga saya masih bisa mendengar, tangan dan kaki saya masih bisa bergerak”.

Beliau tinggal dengan sang istri di sebuah kontrakkan mungil di jalan Palsigunug Poncol, Tugu Cimanggis Depok. Selain berdagang kerupuk, pak Ngaliman beserta istri juga menerima jasa pijat. Untuk jasa pijat, beliau memasang tarif 50rb sedangkan untuk kerupuknya beliau bandrol dengan kisaran harga 7rb-15rb. Biasanya pak Ngaliman beserta istri menjajahkan dagangannya di daerah Perumahan Bukit Cengkeh Depok pada pukul 16.00-18.30 wib. Beliau memiliki dua anak laki-laki, yang pertama sudah lulus sekolah, dan yang kedua baru saja masuk STM (Sekolah Teknik Menengah). Kedua anaknya tinggal di Purworejo bersama bibi dan pamannya.

Lalu saya bertanya lagi, “Apa yang membuat bapak bertahan sampai sekarang ini?” tanya saya.

“Istri dan anak-anak saya. Karena dulu saya pernah frustasi dan merasa kesepian tetapi setelah menikah dengan ibu, saya menjadi semangat lagi”. Jawab beliau dengan diiringi senyum kecilnya.

Saya mengobrol banyak hal dengan beliau. Selama mengobrol dengan beliau, rasa terharu, sedih, semua tercampur jadi satu. Saya belajar banyak hal dari beliau, terutama belajar menerima kekurangan dan tidak menjadikan kekurangan sebagai batasan atau halangan untuk tetap berusaha menjalani hidup.

Terima kasih bapak Ngaliman sudah memberikan pengalaman dan pelajaran yang sederhana namun terkadang sering diabaikan oleh banyak orang, yaitu BERSYUKUR. :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline