Freelance merupakan pekerjaan yang tidak terikat oleh kontrak kerja di sebuah perusahaan dalam jangka panjang, namun tetap memiliki ikatan kerja terhadap perusahaan tersebut.
Para pekerja dalam sistem kerja freelance tidak bekerja di suatu tempat atau perusahaan yang jelas, mereka bekerja dalam jangka waktu tertentu.
Ketiadaan kontrak kerja yang jelas antara para freelancer dengan perusahaan yang mempekerjakannya membuat hubungan kerja keduanya cenderung kabur. Pengaburan hubungan kerja juga 'diciptakan' melalui wacana-wacana seperti partnership atau kemitraan.
Pada era digital, peningkatan konsekuensi dari pengaburan kerja, menghilangkan pemahaman pekerja atas identitas pekerjaannya. Karena hal tersebut, para freelancer kesulitan dalam mendapatkan hak mereka, utamanya perlindungan hukum dan jaminan sosial.
Pekerja freelance memiliki kebutuhan seperti fleksibilitas jam kerja dan proyek yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlindungan mereka harus mencakup aspek-aspek seperti hak asuransi kesehatan dan keamanan sosial, hak cuti dan pensiun, serta penegakan hak cipta dan pembayaran yang adil.
Menyinggung tentang perlindungan hukum bagi freelancer, ketentuan mengenai hubungan antara pemberi kerja dan pekerja diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Menurut UU Ketenagakerjaan, ada dua jenis perjanjian kerja, yaitu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tentu (PKWTT).
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP.100/MEN/VI/2004 mengatur aspek perjanjian kerja antara pemberi kerja dan pekerja.
Beberapa regulasi resmi mengatur elemen pekerjaan freelance, tetapi tidak memberikan perlindungan hukum yang cukup untuk mereka. Bahkan pekerja lepas atau freelancer masih tetap sering menghadapi masalah.
"Sebagai mahasiswa yang bekerja sebagai freelancer, tantangan utamanya itu minimnya kesejahteraan. Biasanya, ketika kita bekerja dalam suatu perusahaan yang sudah terikat pastinya kita mendapatkan jaminan kesehatan seperti BPJS, dapat uang lembur jika bekerja lebih dari jam kerja karyawannya. Tapi kalo kita kerja freelance kita dibayar hanya sesuai pertemuan atau perjanjian projek yang dilakukan di awal penawaran. Selain itu, tidak ada perjanjian kontrak yang jelas serta terkadang sulit untuk membagi waktu antara jam kerja, organisasi, dan tugas kuliah," kata Dwi Rizky Nurjannah, freelancer desain UI/UX, saat diwawancarai mengenai tantangan sebagai seorang freelancer di Depok, Senin, (25/12).