Dunia serasa berhenti akibat covid 19. Mendadak kita semua mencari cara agar bertahan , mengusir kebosanan , kejenuhan dan kerinduan kepada kawan, kerabat, teman teman di kantor tempat kita berkerja untuk dilampiaskan dengan cara yang positif.
Saya termasuk kalangan yang ' mati gaya' begitu pandemi covid 19 menyerang. Berpuluh tahun berkerja diluar rumah yang hobi senang piknik dan kumpul kumpul di luar rumah mendadak semua harus terhenti mengikuti instruksi pemerintah yang melarang kita beraktivitas di luar, harus mentaati protkol 3 M- 5M dan membekali diri dengan amunisi untuk melindungi diri dari Covid seperti masker, hand sanitizer, sering cuci tangan pakai sabun, membawa tisu basah dan tisu kering dst. Semua keadaan tersebut segera saja menjadi siksaan yang amat tidak menyenangkan untuk saya.
Bekerja secara virtual , mengajar secara virtual, rapat secara virtual, reuni secara virtual, seminar secara virtual, menguji mahasiswa secara virtual, mengoreksi ujian dan tes yang semuanya mengandalkan pada internet yang sinyalnya lebih sering tidak stabil, makin menambah stress dan sungguh melelahkan fisik dan mental jika dilakukan terus menerus setiap hari , setiap minggu, setiap bulan dan bahkan tanpa terasa saat ini kita sudah melewati lebih dari satu tahun hidup berdampingan dengan covid 19.
Bekerja di rumah di masa pandemi kita rasakan jauh lebih berat dan melelahkan daripada berkerja dalam situasi normal, karena hampir tidak mengenal jam kerja. Ditambah lagi pekerjaan domestik yang lain harus tetap dilakukan.
Sekitar 5 -- 6 bulan setelah pandemic, saya mulai merasa lelah jiwa raga. Kekacauan jadwal webinar mulai menimpa dan tugas- tugas tidak bisa saya selesaikan. Ketika itu, saya bisa saja salah jadwal rapat , mengajar atau terbolak balik tanggal dan jam hadir ke webinar dengan acara yang salah dan tidak sesuai jadwal .
Upaya mencari kegembiraan , kewarasan dan kesehatan di rumah untuk bertahan adalah tantangan yang harus disikapi. Di tengah segala kesulitan tersebut , saya beruntung bisa menemukan kembali "cinta " saya yang sudah lama hilang. Di tengah keputus- asaan, saya teringat untuk kembali menengok hobi lama saya ketika remaja dulu dengan membuka novel novel dari penulis favorit kesayangan saya remaja dulu yang sudah lama saya lupakan.
NH Dini ( Nurhayati Sri HanDini) adalah salah satu pengarang perempuan Indonesia yang sangat produktif. Tidak kurang dari 20 buku yang sudah ditulis dan banyak dibaca kalangan cendekiawan sebagai karya sastra.
Pekerjaan berburu buku NH Dini segera saja saya lakukan dengan penuh semangat. Saya mencari dengan susah payah hampir semua judul buku yang pernah ditulis NH Dini seperti Dari Rue Saint Simon ke Jalan Lembang( 2012) ; Dari Parang Akik ke Kampuchea ( 2003) La grande Borne( 2007) ; Dari Fontenay ke Magallianes ( 2005); Argenteuil : Hidup memisahkan diri (2008) . Tak ketinggalan buku edisi terakhir nya yang ditulis setelah NH Dini kembali ke Indonesia dan menetap di Semarang yaitu Dari Ngalian ke Sendowo ( 2015) dan Gunung Ungaran yang di selesaikan pada tahun 2018, sebelum NH Dini wafat pada bulan Desember di tahun yang sama, pada usianya ke 82 tahun.
Seri cerita kenangan yang dipublikasikan di akhir tahun 80-an dan awal tahun 90- an menceritakan pengalaman masa kecil NH Dini . Seri cerita kenangan tersebut adalah Sebuah Lorong di Kotaku (1986), Padang Ilalang di belakang rumah ( 1987), Langit dan Bumi Sahabat Kami ( 1988), Sekayu ( 1988), Kuncup berseri ( 1996 ), Tirai menurun ( 1993 ) dan Jalan Bandungan ( 2009) . [i]Semua buku seri cerita kenangan tersebut sudah tuntas dan tamat saya baca dimasa saya remaja puluhan tahun silam. Buku terakhir dari seri cerita kenangan Kemayoran' ( 2005) baru bisa saya selesaikan di saat pandemic.
Karya Fiksi NH Dini yang paling banyak di baca publik dan selalu dikenang oleh para pembacanya sebagai signature book nya adalah Pada sebuah kapal" ( 1985), Pertemuan dua hati ( 1986) Namaku Hiroko ( 1986), Keberangkatan( 1987) dan La Barka ( 1988) .
Seri cerita kehidupan saat guncangan perkawinan melanda dan kemudian berakhir dengan perceraian hingga kembalinya NH Dini ke Indonesia hingga periode sebelum wafat adalah bagian yang saya tuntaskan sebagai hiburan yang amat menyenangkan selama tinggal di rumah dimasa covid di tahun 2020 yang lalu.