Lihat ke Halaman Asli

Ungaran: Dewa Wisnu yang Sedang Tiwikrama

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_145230" align="aligncenter" width="677" caption="taken from adhanihoree.wordpress.com"][/caption] Semarang yang Unik dan Estetik

Semarang, kota yang memiliki sejarah panjang dan unik. Topografi tanah yang berbukit-bukit, jurang, lembah, dan aliran-aliran sungai-sungai kecil. Alur perbukitan yang tidak merata dan membuat jalur lalu lintas ada yang menurun tajam, mendatar, menikung, kemudian menanjak tajam. Eksotik!

Semua tidak terjadi begitu saja. Ada riwayat atau kisah yang sangat berhubungan dengan sejarah peradaban manusia dan alam jagat raya (bumi dan seisinya).

Tahun 1970an, keluarga kami pindah ke daerah perbukitan bagian selatan Semarang. Jika orangtua lengah, kami yang masih duduk di bangku kelas 2 SD, akan naik sampai ke puncak bukit yang memiliki batu yang sangat besar. Meskipun sebenarnya sangat susah untuk mencapai puncak bukit yang terjal dan berbatu-batu dn sepanjang perjalanan kami harus berjuang untuk menghindari fosil-fosil binatang laut dan tunas ilalang yang seringkali mencucuk telapak kaki yang telanjang. Semua rasa hilang setelah kami mencapai batu besar yang kata penduduk kampung asli, merupakan tempat yang angker (tapi hingga hari ini kami masih sehat dan tak pernah ada masalah selama di puncak bukit).

Kami akan mengumpulkan kulit-kulit lokan atau kerang. Saat itu kami sudah dapat berpikir mengapa di bukit banyak sisa kulit lokan atau kerang yang identik dengan binatang laut. Pertanyaan-pertanyaan itu kami bawa ke rumah, tetapi orangtua tidak bisa menjawab, wong mereka tidak pernah naik ke puncak. Bahkan kami malah dilarang untuk tidak naik lagi. Namun, fosil-fosil kulit lokan itu tetap menarik minat dan perhatian.

Bukit Gombel, selatan kota Semarang, merupakan kawasan perbukitan tertinggi dari bukit-bukit lain yang berpencar di Semarang. Bukit terdekat dengan pusat kota Semarang saat ini adalah Bukit Bergota yang terkenal sebagai kompleks pemakaman umum terbesar. Di puncak bukit Gombel, ketika saya duduk di bangku SMP sekitar tahun 1975-1977, juga sering menemukan fosil berupa kulit lokan atau kerang. Kami baru mendapat jawaban jelas ketika kelas 2 SMA. Saat itu kakak sudah kuliah di jurusan Geografi. Suatu ketika kami menemukan salah satu buku tua yang judul dan nama pengarangnya sampai hari ini tidak kami ketahui (karena saat itu hanya iseng mau tahu apa isi buku tersebut).

Dalam buku tersebut disebutkan bahwa Semarang yang memiliki topografi unik dengan berderet bukit, jurang, dan lembah, terbentuk oleh letusan yang maha dahsyat dari Gunung Ungaran. Saat itu magma mengalir kea rah utara (Semarang), arah timur (Karangjati), dan barat laut (Gunungpati, Boja, Batang). Disebutkan pula Gunung Ungaran saat ini masih dalam masa tidur yang sangat panjang.

Lalu bagaimana dengan fosil-fosil binatang laut di puncak-puncak bukit?

SEBUAH FRAGMEN DARI ZAMAN ES KE-2

Pada awalnya bumi tercipta sebagai satu kesatuan. Bumi di tengah-tengah dikelilingi samudera. Deretan gunung-gunung berdiri tegak beraturan bak pasak yang dipasang untuk memperkuat bumi agar tidak bergerak. Setelah semua sempurna, mulai ada kehidupan di muka bumi. Inilah awal peradaban makhluk hidup di muka bumi. Dunia (bumi) terdiri atas kuarng lebih 71% lautan dan 29% daratan.

Berdasarkan penyelidikan-penyelidikan geologi, orang kemudian membagi-bagi sejarah bumi atas beberapa zaman tertentu.

Banyak peristiwa yang menyebabkan perubahan bumi dengan zaman yang berbeda-beda. Semua dapat diteliti dan dibuktikan secara ilmiah maupun rohaniah (dalam kitab suci, segala peristiwa yang menima manusia dan alam tertulis secara tersurat dan tersirat).

Peristiw pertama, terjadi banjir besar atau air bah yang menutupi seluruh bumi, termasuk gunung-gunung tertinggi. Peristiwa ini disebut Gerak Orogenetik, yaitu suatu tenaga yang penting mengenai perubahan-perubahan besar pada bentuk bumi yang berlangsung lebih cepat (dalam arti relative). Gerakan ini disebut juga gerakan pembentuk pegunungan. Pada masa purba inilah geosynclinals digenangi air laut.

Indonesia (Nusantara) pada awalnya tidak ada. Akan tetapi, setelah berakhirnya zaman es yang mengubah dan memisahkan bumi menjadi beberapa daratan, tidak berhenti sampai di situ. Inti bumi terus begerak dengan kekuatan yang maha besar. Gerak yang vertical selalu menimbulkan retakan. Gerak yang tangential menyebabkan bumi tercerai-berai.

Kontinen Asia dan Australia terus bergerak dan semakin berdekatan. Oleh karena itu, wilayah yang sekarang disebut Indonesia seakan-akan terdesak. Desakan dua kontinen itu yang kita sebut gempa bumi tektonik. Akibatnya di negeri Indonesia tebentuk pegunungan-pegunungan dan gunung-gunung yang tinggi. Selain kekuatan pergerakan landas kontinen, gempa bumi vulkanik dan tektonik juga menimbulkan perubahan pada bentuk lapisan-lapisan kulit bumi.

Indonesia yang berada dalam rangkaian Mediterania, gunung-gunung dan pegunungan terbentuk mulai dari Aceh hingga Sulawesi. Jika kita perhatikan, letak pegunungan dan gunung-gunung sekarang berada di bagian tengah pulau. Hal lain menunjukkan bahwa pegunungan dan gunung-gunung di Indonesia terbentuk akibat desakan kontinen Asia dan Australia. Salah satunya adalah Gunung Ungaran yang sedang dibahas ini.

Ungaran, salah satu gunung purba, yang akibat pengaruh tenaga endogen yang sangat kuat, akhirnya memuntahkan magma yang sangat dahsyat. Bisa dibayangkan bagaimana kedahsyatan letusan Gunung Ungaran yang lelehan materialnya mencapai puluhan kilometer dan membentuk bukit-bukit panjang yang sekarang bernama Semarang (utara), Kaliwungu-Kendal (barat), dan Purwodadi (timur). Bahan-bahan vulkanis yang dimuntahkan Ungaran adalah bom: batu-batu besar, lapili: batu-batu kecil, batu apung, dan abu vulkanis. Semua ini bisa kita lihat misalnya di bukit Gombel atau kompleks MAKODAM IV Diponegoro, pada dinding-dinding bukit yang terbuka terdapat batu-batu berukuran raksasa.

Setelah Ungaran meletus hebat, maka geosynclinals makin lama dipenuhi oleh sedimen-sedimen yang mengakibatkan beberapa daerah turun sampai beberapa lama. Bersamaan dengan berakhirnya zaman es, maka terjadilah regresi, yaitu penurunan permukaan air laut. Hal ini dikarenakan regresi yang biasanya terjadi bersamaan dengan peristiwa-peristiwa vulkanik yang dahsyat.

Ungaran, selama ini dilupakan. Padahal, Ungaran sebagai salah satu gunung purba pernah menciptakan satu sejarah panjang peradaban manusia dengan segala sifat kemanusiannya dan kehidupan alam seisinya. Ungaran ibarat sang mahaguru yang tengah bertapa sangat lama. Darinyalah tersimpan rahasia-rahasia alam masa lalu dan masa yang akan datang.

Ungaran kini tengah bertapa atau tidur. Sewaktu-waktu Ungaran bisa terbangun lagi – entah kapan. Yang jelas, rasa penasaran dan pertanyaan masa kecil yang belum terjawab sudah memperoleh jawaban. Cerita tentang bukit-bukit yang jauh dari laut banyak terdapat fosil kulit lokan atau kerang.

UNGARAN DALAM MASA KEKINIAN

Riwayat dan peristiwa kehadiran Gunung Ungaran tidak banyak diperbincangkan. Memang, itu kisah zaman purba, sekian ribu tahun yang lalu. Alam selalu member dan selalu ramah kepada manusia. Maka manusia sudah seharusnya menjaga dan ramah terhadap alam, sesuai dengan amanah yang diembannya. Namun, kebanyakan manusia justru berlaku sombong, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan sekitar.

Ungaran sekarang tengah dieksploitasi habis-habisan. Mulai dari kaki gunung hingga hamper ke puncak. Dari sisi timur, selatan, barat maupun utara. Bukan hanya untuk lahan pertanian. Parahnya, hampir semua sumber mata air sudah dikuasai individu untuk dibisniskan. Perumahan, vila, hotel, tempat hiburan, panti pijat, tambah menjamur. Memang ada dampak positifnya, tetapi hanya sedikit, yaitu penyerapan tenaga kerja. Sedangkan dampak negatifnya jauh lebih besar, baik itu kerusakan alam gunung maupun kerusakan moral. Padahal setiap aktivitas selalu ada konsekuensinya. Kita tak pernah tahu, mengapa Ungaran di zaman purba meletus sangat dahsyat.

Hukum alam, mengacu pada sebab akibat. Jika kita mau belajar dan membuka mata hati; terlepas dari segala teori keilmuan, kita dapat mengamati dan merenungkan tentang awal mula sejarah peradaban manusia dan alam. Setiap kejadian atau peristiwa-peristiwa bencana alam yang super dahsyat, yang menghancurkan peradaban manusia, selalu diawali oleh sebab-sebab perbuatan manusia sendiri yang tidak menjaga dan ramah terhadap alam sekitar. Misalnya:

  • Hancurnya peradaban kaum Ad, yang membangun rumah dengan memahat gunung batu,
  • Hancurnya kaum Tsamud,
  • Hancurnya kaum Nuh, sehingga bumi ditenggelamkan sekian tahun,
  • Hancurnya kaum Luth, bumi dijungkirbalikkan dan tercipta Laut Mati,
  • Hancurnya kaum Fir’aun,
  • Hancurnya kaum Nimradz,
  • Hancurnya kaum Nebuchadnezar, kerajaan Mesopotamia dan Babylonia hanya tinggal nama.

Pada zaman baru, awal-awal abad Masehi, kita telah mengetahui bagaimana dahsyatnya Vesuvius mengubur Pompeii. Untuk wilayah Indonesia, banyak sekali contohnya. Krakatau, Singgalang, Kelud, Bromo, Merapi, dan Galunggung, hanyalah sekian dari banyak contoh tersebut.

Peristiwa yang masih hangat adalah meletusnya Gunung Merapi setahun yang lalu. Kita kaji dulu sebab musabab dari kaian manusia yang memegang amanah. Bagaimanakah umat manusia memperlakukan Merapi? Jujur saja, Merapi telah dipenuhi oleh luka yang kronis. Banyak vila, hotel, dan tempat-tempat hiburan yang hidup siang dan malam. Semakin hari semakin sumpek dengan segala kegiatan hiruk pikuk yang mengejar kenikmatan duniawi.

Merapi tidak dijaga lagi alamnya, malah dirusak dari segala sisi. Peringatan-peringatan awal sudah tidah dihiraukan. Ya, begitulah akibatnya. Terkadang kita tidak memerlukan teori-teori ilmiah yang muluk-muluk karena ternyata kebanyakan teori keilmuan tidak dapat emmbaca tanda-tanda alam yang sesungguhnya. Maka, menilik Gunung Ungaran dengan situasi dan kondisi seperti saat ini, marilah kita belajar dari kearifan local, belajar membaca tanda.

Akankah Gunung Ungaran yang sedang bertapa, istirahat, dan tidur ini akan bangkit untuk melanjutkan tugasnya? Hanya manusia yang yakin, percaya, berilmu, berakal, dan mau berpikir bisa mencari jawabannya. Niscaya!

Sumber: M.S.L. Toruan (1953)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline