Senin ini, 20 Mei, merupakan hari yang kelam bagi Iran dengan berita mengejutkan tentang meninggalnya Presiden Ebrahim Raisi dan Menteri Luar Negerinya akibat kecelakaan helikopter di Provinsi Azerbaijan Timur. Kedua tokoh tersebut merupakan bagian integral dari pemerintahan Iran dan meninggalkan duka yang mendalam bagi negara tersebut. Namun, dampak tragedi ini tidak hanya dirasakan di dalam negeri, tetapi juga di panggung internasional, terutama dalam pasar minyak dunia.
Iran, sebagai salah satu eksportir minyak mentah terbesar di dunia, langsung memicu kekhawatiran atas pasokan minyak global. Dalam laporan terbaru dari Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent telah meroket sebesar 0,1%, mencapai US$ 84,05 per barel pada pukul 04:54 waktu setempat. Sebelumnya, harga Brent bahkan mencapai puncak tertinggi sejak 10 Mei 2024, dengan mencapai US$ 84,30 per barel.
Namun, situasi tersebut tidak sama bagi minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS, yang mengalami sedikit penurunan menjadi US$ 80,01 per barel untuk periode Juni 2024. Meskipun harga WTI sempat mencapai US$ 80,23 per barel pada awal Mei, penurunan ini menunjukkan dampak yang berbeda dalam dinamika pasar.
Kenaikan harga minyak dunia secara keseluruhan sebagian besar dapat diatribusikan kepada situasi yang berkembang di Iran, terutama dengan vakum kekuasaan yang mendadak akibat kecelakaan tragis tersebut. Analis pasar energi dari IG Markets, Tony Sycamore, mengindikasikan bahwa harga minyak mentah WTI berpotensi naik menuju angka US$ 83,50, sementara harga saat ini berada di sekitar US$ 80,02 per barel.
Namun, tidak hanya Iran yang menjadi sorotan dalam geopolitik energi saat ini. Kabar tentang pembatalan kunjungan kerja Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammad Bin Salman, ke Jepang karena masalah kesehatan ayahnya, King Salman, juga menambahkan lapisan ketidakpastian dalam pasar energi global. Meskipun informasi resmi dari Kerajaan Arab Saudi menyatakan bahwa King Salman sedang dalam perawatan karena masalah kesehatan, situasi ini dapat memperumit dinamika pasar lebih lanjut jika kondisinya memburuk.
Meskipun demikian, para analis mencatat bahwa pasar minyak dunia tetap relatif stabil, dengan beberapa faktor yang membatasi kenaikan harga secara signifikan. Salah satunya adalah ketahanan pasar terhadap perkembangan geopolitik, yang sebagian besar disebabkan oleh kapasitas cadangan yang besar dari OPEC. Namun, dengan situasi di Timur Tengah yang semakin tegang, pasar tetap waspada terhadap potensi gangguan pasokan di masa depan.
Dalam konteks ini, peran Arab Saudi sebagai salah satu produsen minyak terbesar di dunia juga menjadi sorotan. Meskipun isu kesehatan King Salman dapat menimbulkan kekhawatiran, analis energi dari MST Marquee, Saul Kavonic, menegaskan bahwa pasar dan industri energi global telah mampu menyesuaikan diri dengan kepemimpinan Mohammad Bin Salman, sehingga keberlanjutan kebijakan energi Arab Saudi tidak akan terganggu secara signifikan.
Dengan berbagai peristiwa penting yang sedang berlangsung di panggung internasional, pasar energi global tetap menjadi arena yang penuh ketidakpastian, dengan harga minyak yang sensitif terhadap perubahan dalam politik dan kebijakan di negara-negara produsen utama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H