Anisa Sapitri_222111014_5A
Kasus yang dapat dikaitkan dengan hukum positivisme salah satunya adalah penerapan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di Indonesia. Undang-undang ITE sering digunakan untuk menjerat pelaku pencemaran nama baik, penghinaan, atau penyebaran berita bohong di media sosial.
Contohnya adalah Kasus Prita Mulyasari, yang dihukum karena mengkritik dokter di media sosial, hal tersebut sering disebutkan dalam konteks penerapan UU ITE. Prita dihukum karena Pasal 27 ayat (3) UU ITE, yang menjerat pencemaran nama baik. Kasus ini menunjukkan bagaimana hukum positivisme dapat digunakan untuk menjerat seseorang tanpa mempertimbangkan apakah kritiknya benar atau tidak.
- Analisis Pandangan Filsafat Hukum Positivisme:
Filsafat hukum positivisme menekankan bahwa hukum adalah aturan yang ditetapkan oleh otoritas yang sah dan harus diterapkan secara obyektif, tanpa mempertimbangkan moralitas atau keadilan substantif. Dalam kasus penerapan UU ITE, pandangan positivisme terlihat dari penegakan hukum yang berfokus pada penerapan aturan tertulis, seperti Pasal 27 ayat (3), tanpa memperhatikan apakah kritik yang disampaikan benar atau adil secara moral.
- Mazhab Hukum Positivisme dalam Kasus Tersebut:
Mazhab hukum positivisme yang relevan di sini adalah Mazhab Austinian, yang mengikuti pemikiran John Austin. Austin menyatakan bahwa hukum adalah "perintah dari penguasa berdaulat" dan keabsahannya bergantung pada otoritas yang sah, bukan pada substansi moralnya. Dalam kasus undang-undang ITE, hukum dibuat oleh negara melalui proses legislasi, sehingga aparat hukum hanya perlu menerapkannya sesuai aturan, tanpa mempertanyakan moralitasnya.
- Argumen tentang Mazhab Hukum Positivisme di Indonesia:
Dalam hukum Indonesia, pendekatan positivisme tampak dominan, terutama dalam penegakan undang-undang ITE. Mazhab positivisme yang mengutamakan kepatuhan pada aturan memberikan kepastian hukum, namun dalam kasus undang-undang ITE, pendekatan ini sering diabaikan karena tidak mempertimbangkan keadilan moral atau kebebasan berekspresi.
Menurut pendapat saya, meskipun positivisme memberikan kejelasan hukum, penerapan kaku terhadap undang-undang ITE dapat menimbulkan ketidakadilan. Pendekatan positivis perlu diseimbangkan dengan nilai-nilai keadilan moral dan hak asasi manusia, khususnya dalam kasus yang melibatkan kebebasan berekspresi. Mazhab positivisme di Indonesia sebaiknya responsif terhadap perubahan sosial dan memperhitungkan aspek moral serta konstitusional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H