Lihat ke Halaman Asli

anisanurulfajriah

Mahasiswa S-1 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar UPI Kampus Cibiru.

Kurikulum PPKn Terlalu Berat? Guru dan Siswa SD Berjuang Memahami Materi.

Diperbarui: 22 Desember 2024   14:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SDN 260 Griya Bumi Antapani - Foto Dok. Pribadi

Penelitian di SDN 260 Griya Bumi Antapani, Bandung, pada 13 November 2024, mengungkapkan bahwa Kurikulum Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) masih menjadi tantangan besar bagi siswa dan guru sekolah dasar. Padatnya materi dalam Kurikulum 2013 dan metode pembelajaran konvensional membuat siswa kehilangan motivasi belajar meskipun Kurikulum Merdeka sudah mulai diterapkan.

Beban Berat Kurikulum PPKn

Kurikulum Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) pada tingkat sekolah dasar mendapat perhatian besar dari berbagai pihak. Penelitian yang dilakukan di SDN 260 Griya Bumi Antapani, Bandung, pada 13 November 2024, menunjukan bahwa beban materi dalam Kurikulum 2013 dianggap terlalu berat oleh siswa dan guru. Hal ini, dikarenakan materi pada buku tematik yang menyatukan semua mata pelajaran dalam satu buku, sehingga membuat siswa merasa kewalahan untuk memahami materi dengan baik.

Guru-guru kami pun tampaknya merasa kewalahan dengan target kurikulum yang sangat tinggi. Beberapa guru mengeluhkan kurangnya waktu untuk menjelaskan materi secara mendalam atau memberikan contoh-contoh yang relevan. "Kami sering kali harus bergegas menyelesaikan topik agar sesuai dengan jadwal," kata salah satu guru di SDN 260 Griya Bumi Antapani. Oleh karena itu, kondisi tersebut dapat membuat suasana belajar menjadi kurang kondusif dan terasa seperti perlombaan yang mengejar materi dengan waktu yang sangat singkat.

Selain itu, sebagai siswa saya sering menghadapi kesulitan memahami konsep abstrak seperti sistem pemerintahan. Hal ini diperparah dengan metode pembelajaran konvensional, seperti ceramah. Namun tidak hanya itu, guru-guru pun masih banyak yang menyuruh siswanya untuk merangkum, mengerjakan soal, dan bahkan hanya memfokuskan siswanya hafalan daripada pemahaman. Misalnya, saya harus menghafalkan definisi panjang tentang pancasila tanpa benar-benar memahami nilai-nilai yang diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya, banyak teman-teman saya, termasuk saya sendiri, merasa bosan dan kehilangan minat terhadap pelajaran ini.

Kurikulum Merdeka Belum Cukup Membantu

Kurikukulum Merdeka yang sudah mulai diterapkan bertujuan untuk menyederhanakan muatan pembelajaran dengan mengedepankan fleksibelitas dan pembelajaran berbasu proyek. Namun, penelitian ini menunjukan bahwa perubahan ini belum sepenuhnya mengatasi masalah utama. Hal ini, guru di salah satu SDN 260 mengatakan bahwa metode pembelajaran yang masih konvensional dan kurangnya pemanfaatan media pembelajaran interaktif. Bahkan tidak hanya itu, masih banyak guru-guru yang masih mengandalkan teks CP yang disediakan pemerintah. Akibatnya, proses pembelajaran tidak hanya kurang inovatif tetapi juga menimbulkan efek negatif pada siswa. Siswa sering merasa bosan, kehilangan motivasi belajar, dan kesulitan memahami materi sesuai dengan tingkat perkembangan mereka.

Selain itu, kurangnya media pembelajaran interaktif juga menjadi tantangan besar. Sebagian besar pembelajaran dilakukan melalui ceramah atau membaca buku teks, yang jarang menarik perhatian kami sebagai siswa. Saya merasa bahwa pendekatan ini kurang efektif dalam membantu siswa memahami nilai-nilai Pancasila secara kontekstual. Ketika ada tugas kelompok atau permainan edukatif, suasana belajar menjadi lebih menyenangkan, tetapi momen-momen seperti itu sangat jarang terjadi.

Solusi Pendekatan Inovatif dalam Pembelajaran PPKn

Pengalaman ini membuat saya berpikir bahwa kurikulum PPKn perlu untuk disesuaikan agar lebih relevan dengan kebutuhan siswa dan interaktif. Para ahli pendidikan menyarankan untuk menggunakan metode pembelajaran berbasis proyek (project-sed learning) dan pemanfaatan teknologi digital agar membuat pembelajaran menjadi lebih menarik. Penelitian di SDN 260 Griya Bumi Antapani mengungkapkan bahwa salah satu guru menyatakan model pembelajaran berbasis proyek selaras dengan filosofi Ki Hajar Dewantara bapak pendidikan, yaitu "Tut Wuri Handayani, Ing Madyo Mangun Karso, Ing Ngarso Sung Tulodho." Filosofi ini menekankan bahwa seorang guru harus memberikan dukungan, motivasi, semangat, dan menjadi teladan yang baik di depan siswa dalam bersikap, tindakan dan berperilaku. Melalui pendekatan ini, siswa tidak hanya memahami konsep Pancasila, tetapi juga mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline