Lihat ke Halaman Asli

Anis alya

Mahasiswa

Review Skripsi Ratio Decidendi dalam Putusan Pembatalan Perkawinan akibat Pemalsuan Identitas Suami

Diperbarui: 2 Juni 2024   12:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

RATIO DECIDENDI DALAM PUTUSAN PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN IDENTITAS SUAMI 

(Analisis Putusan Pengadilan Agama Sragen Nomor Perkara 0257/Pdt.G/2021/PA.Sr)

Penulis Skripsi: Toha Amirudin Wasis Among Rogo

Review skripsi oleh Anis Alya Auni dengan NIM 222121187

Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta, Indonesia

I. Pendahuluan

Skripisi ini ditulis oleh Toha Amirudin Wasis Among Rogo, menghadirkan sebuah pembahasan yang mendalam mengenai konsep ratio decidendi dalam konteks hukum perkawinan di Indonesia. Dengan mengambil kasus pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Sragen, penulis berupaya mengungkap apa alasan hakim Pengadilan Agama Sragen memutus gugatan pembatalan perkawinan walaupun telah lewat 6 bulan. Dalam pasal 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 174 Tentang Perkawinan, dinyatakan bahwa apabila dalam sautu perkawinan terdapat syarat-syarat yang tidak terpenuhi, maka para pihak dapat mengajukan pembatalan perkawinan. Syarat-syarat perkawinan dalam Undang-Undang ini disebutkan pada Pasal yaitu: Tidak berada dalam ikkatan perkawinan lain (Pasal 9).

Modus yang kerap dijalankan yaitu dengan menyatakan dirinya sebagai lajang baik jejaka ataupun duda, dan menyembunyikan status perkawinan aslinya dengan tujuan agar dapat menikahi calon pasangannya. Dalam menjalankan modusnya, perbuatan tersebut diwujudkan dalam bentuk pemalsuan data pada berkas-berkas pencatatan nikahnya berupa KTP, Kartu Keluarga, Surat Pengantar Nikah serta berkas lainnya.

Contoh konkret dari modus sebagaimana diatas adalah dialami oleh seorang istri yang berinisial NH. NH ini menikah pada tanggal 26 Februari 2019 kemudian, pada tanggal 9 Februari 2020 sang Istri ini kedatangan tamu yang membawa bukti berupa Akta Perkawinan yang menunjukkkan bahwa suaminya itu telah menikah dan masih terikat dalam perkawinan dengan istri sah sebelumm menikah dengannya, akan tetapi sang suami menutupi hal tersebut. Kemudian karena hal tersebut, NH merasa tidak terima dan mengajukan gugatan pembatalan perkawinan pada 4 Januari 2021.

 Dalam ketentuan pasal 27 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dijelaskan bahwa apabila terjadi salah sangka tentang diri suami atau istri maka pasangan dapat mengajukan pembatalan perkawinan dalam jangka 6 bulan jika si salah sangka menyadari keadaannya serta suami istri masih hidup, dan apabila telah lewat dari batas waktu 6 bulan maka gugurlah haknya mengajukan pembatalan perkawinan.

Akan tetapi dalam putusan nomor 0257/Pdt.G/2021/PA.Sr hakim Pengadilan Agama Sragen memutus Kabul gygatan pembatalan perkawinan yang diajukan oleh NH walaupun telah lewat batas 6 bulan yaitu penggugat mengetahui status asli perkawinan suaminya pada tanggal 09 Februari 2020, sedangkan ia baru mengajukan gugatannya ke Pengadilan Agama Sragen 04 Januari 2021. Jika merujuk pada undang-undang perkawinan pasal 27 Undang-Undang Nomor 1 tahun 174, seharusnya penggugat telah kehilangan haknya untuk mengajukan pembatalan perkawinan, serta hakim Pengadilan Agama Sragen tidak memutus Kabul permohonan tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline