Seperti bibit-bibit padi yang kau tanamkan
Dimana padi yang menguning kau harapkan
Kau jadikan padi sebagai impian
Impian untuk warga Negara Indonesia tetap makan.
Bapak, kami adalah bibit pertiwi
Ibu, kami adalah mimpi pertiwi
Dimana ulur tangan kalian saat kami terjatuh
Dimana simpati kalian saat kami butuh pertolongan.
Kami butuh atap yang kokoh untuk berteduh
Kami butuh pembimbing yang baik untuk menuntut ilmu
Akan tetapi kami butuh uang untuk mendapatkan semua itu
Lagi lagi kenapa harus uang yang berbicara?.
Bapak, taukah engkau hidup kami bergantung pada tutup botol sebagai alat musik
Ibu, liriklah kami hanya butuh kendaraan-kendaraan berderet untuk bernyanyi
Jangankan untuk membayar pendidikan yang layak
Untuk makan malam saja kami butuh seharian dijalan ditemani panasnya matahari.
Angkatlah senjatamu, arahkan ke lawan
Kemudian tembakan, duaaarrrr
Bapak, kami tegaskan padamu bahwa kami dijajah bukan lewat peperangan lagi
Ibu, kami perjelas padamu kami butuh senjata yaitu pendidikan selayaknya.
Ooh sungguh, perlukah kami mengadu pada Tuhan
Mampukah kami protes pada Ibu Pertiwi
Kami adalah putra putri bangsa yang tertinggal
Kami adalah penerus bangsa ini yang rapuh.
Begitu tinggi harap kami untuk membanggakan bendera merah putih
Begitu luas cita-cita kami untuk membangun negeri ini
Akan tetapi kami terjatuh dalam perekonomian
Dan kami hanya menjadi korban metropolitan.
Biarlah mentari yang berbisik pada bapak
Biarlah hujan badai yang mengetuk hati ibu
Kami disini masih menunggu ulur tangan bapak
Dan kami disini juga masih menunggu rangkulan ibu.
By: Anisa Khaerusani