Lihat ke Halaman Asli

Anisa Irwan

Mahasiswa

Opini Hukum Praktik Money Politic: Dampak terhadap Demokrasi dan Integritas Proses Politik

Diperbarui: 12 Maret 2024   12:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Posisi Kasus

            Di Indonesia, terdapat beberapa kasus money politic yang mencuat menjelang pemilu atau dalam konteks politik lainnya. Beberapa kasus tersebut termasuk:

  1. Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indonesia sering kali melakukan operasi tangkap tangan terhadap politisi atau pejabat pemerintah yang diduga terlibat dalam praktik money politic. Salah satu kasus terkenal adalah OTT terhadap beberapa anggota DPR yang diduga menerima suap dalam bentuk uang atau barang untuk memengaruhi kebijakan atau hasil pemilihan.
  2. Pemilihan Umum 2019: Pada pemilihan umum tahun 2019, terjadi banyak kasus dugaan money politic yang melibatkan kandidat, partai politik, atau tim kampanye. Banyak laporan tentang pembagian uang tunai, sembako, atau barang-barang lain kepada pemilih dalam upaya untuk memenangkan suara.
  3. Skandal Dana Hibah dan Bansos: Terdapat beberapa kasus skandal yang melibatkan dana hibah atau bantuan sosial (bansos) yang disalahgunakan untuk kepentingan politik. Misalnya, dana hibah dari pemerintah yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur atau proyek sosial malah digunakan untuk kegiatan politik tertentu.
  4. Pendanaan Kampanye yang Tidak Jelas: Banyak kasus di mana pendanaan kampanye politik tidak dilaporkan secara transparan atau terdapat kecurigaan tentang sumber dana yang tidak jelas. Praktik ini sering kali melanggar aturan yang mengatur pendanaan kampanye politik di Indonesia.
  5. Praktik Money Politic di Tingkat Lokal: Selain kasus-kasus di tingkat nasional, money politic juga sering terjadi di tingkat lokal, seperti dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). Praktik ini bisa melibatkan pembagian uang, proyek-proyek pembangunan, atau janji-janji lain kepada pemilih untuk memenangkan suara.

Kasus-kasus tersebut mencerminkan kompleksitas dan tantangan dalam menjaga integritas proses politik dan demokrasi di Indonesia. Meskipun terdapat undang-undang yang mengatur pendanaan kampanye politik, implementasinya masih sering kali belum memadai, dan money politic tetap menjadi masalah yang perlu ditangani secara serius oleh masyarakat dan pemerintah.

Isu Hukum

Di Indonesia, kasus-kasus money politic (politik uang) atau yang sering disebut “serangan fajar” sering kali mencuat menjelang pemilihan umum atau saat kampanye politik. Praktik money politic memiliki posisi yang kompleks dalam dinamika politik Indonesia. Posisi kasus money politic di Indonesia mencerminkan perjuangan yang sedang berlangsung antara kekuatan politik yang berusaha memanfaatkan keuntungan finansial untuk mempengaruhi hasil pemilihan, dan upaya reformasi yang berupaya untuk menjaga integritas dan kredibilitas proses politik yang lebih sehat dan transparan. Legalitas money politic bervariasi tergantung pada undang-undang dan regulasi yang berlaku di suatu negara. Di banyak negara, termasuk Indonesia, praktik money politic diatur oleh undang-undang yang mengatur pendanaan kampanye politik. Meskipun ada undang-undang yang mengatur money politic, implementasinya sering kali menimbulkan tantangan. Beberapa negara mungkin menghadapi masalah dalam penegakan hukum yang efektif atau masih terdapat celah-celah hukum yang dimanfaatkan untuk melanggar aturan. Oleh karena itu, terus ada upaya untuk memperkuat regulasi dan penegakan hukum terkait money politic guna menjaga integritas proses politik dan demokrasi.

Dasar Hukum

            Di Indonesia, praktik money politic diatur oleh beberapa undang-undang dan peraturan yang terkait dengan pendanaan kampanye politik. Berikut adalah beberapa dasar hukum yang relevan di Indonesia:

  1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu: Undang-undang ini mengatur berbagai aspek terkait dengan pemilihan umum di Indonesia, termasuk aturan-aturan tentang pendanaan kampanye politik. Undang-undang ini menetapkan batasan-batasan jumlah sumbangan, melarang sumber dana yang berasal dari luar negeri, dan mewajibkan pelaporan dana kampanye secara transparan.
  2. Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pemantauan Pengawasan Pendanaan Kampanye Pemilu: Peraturan ini memberikan pedoman lebih lanjut tentang mekanisme pengawasan dan pelaporan dana kampanye politik oleh calon kandidat dan partai politik. Ini mencakup persyaratan pelaporan dana kampanye, batasan-batasan penggunaan dana, dan sanksi untuk pelanggaran.

Dasar hukum ini dan regulasi terkait lainnya bertujuan untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam proses politik dan pemilihan umum di Indonesia. Pelanggaran terhadap aturan-aturan ini dapat mengakibatkan sanksi administratif, pidana, atau pembatalan hasil pemilihan. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak yang terlibat dalam politik untuk mematuhi undang-undang yang berlaku dan menjaga integritas dalam pendanaan kampanye politik.

Analisis Hukum

            Money politic seringkali menyoroti berbagai aspek terkait dengan praktik tersebut, baik dari sudut pandang legalitas, etika, kepatuhan hukum, maupun dampaknya terhadap proses demokrasi. Money politic merupakan pelanggaran terhadap etika politik karena memanfaatkan kekayaan atau sumber daya finansial untuk memengaruhi hasil pemilihan. Ini dapat merusak integritas proses politik dan menimbulkan ketidakpercayaan terhadap sistem demokrasi. Money politic diatur oleh undang-undang yang mengatur pendanaan kampanye politik. Praktik money politic yang melanggar aturan-aturan ini dapat dianggap ilegal dan dapat dikenai sanksi hukum, termasuk denda atau hukuman pidana. pelanggaran hukum money politic terutama diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal-pasal yang relevan dalam undang-undang tersebut antara lain:

  1. Pasal 280: Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
  2. Pasal 281: Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (1) huruf i, ayat (3), Pasal 278 ayat (2), Pasal 279 ayat (1), dan Pasal 279 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).
  3. Pasal 282: Setiap orang yang dengan sengaja menghambat pelaksanaan Pemilihan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (4) dan Pasal 277 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal-pasal tersebut mencakup berbagai pelanggaran terkait dengan money politic, termasuk pelanggaran terhadap aturan pendanaan kampanye, penggunaan sumber dana yang tidak sah, pelanggaran terhadap ketentuan pelaporan, serta penghalangan pelaksanaan pemilihan umum. Pelanggaran atas ketentuan-ketentuan tersebut dapat dikenai sanksi pidana berupa pidana penjara dan denda yang cukup berat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline