Lihat ke Halaman Asli

Dilema Bisnis Kuliner di Masa Pandemi Covid-19, Omzet dan Penerapan Prokes

Diperbarui: 1 Juli 2021   21:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kota Wuhan, China merupakan kota yang pertama kali terjangkit kasus virus Corona pada akhir Desember 2019, dan virus Corona ini sangat cepat menular hampir ke semua negara di dunia. Kasus virus Corona di Indonesia sendiri hingga saat ini sudah banyak orang yang positif terjangkit virus ini bahkan juga mencapai kematian dengan jumlah yang banyak. 

Bersumber dari laman covid19.go.id bahwa data sebaran covid-19 per 29 Juni 2021 yang positif terjangkit virus sebanyak 2.156.465. dan yang sembuh sebanyak 1.869.606, dan yang meninggal sebanyak 58.024. 

Dalam penanganan kasus ini, berbagai negara telah menerapkan kebijakan-kebijakan guna memutus rantai penyebaran virus Corona, seperti diadakannya kebijakan social distancing bahkan hingga kebijakan lockdown. Di Indonesia pun Pemerintahan telah mengeluarkan kebijakan PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar. Dalam kebijakan tersebut, masyarakat dihimbau untuk melakukan aktivitas dirumah saja (stay at home) dan diperbolehkan kelur rumah ketika dalam keadaan mendesak dan tentunya tetap menerapkan protokol kesehatan.

Dampak dari adanya covid-19 ini sangat berpengaruh terhadap kesehatan masayarakat, selain berpengaruh di bidang kesehatan covid-19 juga berdampak pada bidang ekonomi. 

Menurut Sihaloho (2020) dampak negatif yang sangat besar sudah dapat dilihat dari sisi industri di Indonesia. Per 7 April 2020, Kemenaker mencatat sudah ada 1,4 juta lebih pekerja di seluruh Indonesia yang terkena dampak langsung wabah covid19 atau corona. Terdapat 41.876 perusahaan sektor formal yang merumahkan atau mem-PHK tenaga kerjanya sebanyak 1.052.216 orang dan terdapat 36.298 perusahaan sektor informal yang merumahkan atau mem-PHK tenaga kerjanya sebanyak 374.851 orang.

Industri kuliner merupakan salah satu dari sektor perekonomian yang terdampak serius dari adanya pandemi covid-19. Tidak sedikit pebisnis kuliner yang mengharuskan menutup usahanya bahkan hingga terkena kebangkrutan. 

Santia (2020) menyatakan bahwa startup penyedia layanan kasir digital untuk lebih dari 30 ribu merchant di Indonesia, Moka, menyatakan bahwa industri makanan dan minuman (food and beverage/F&B) menjadi Industri yang paling terdampak oleh virus corona. Disusul industri jasa dan ritel. Dari 17 kota yang diobservasi, sebanyak 13 kota mengalami penurunan pendapatan harian yang signifikan akibat Covid-19. 

Sedangkan Burhan (2020) menyatakan sektor kuliner mengalami penurunan pendapatan harian mencapai 37%, sektor ritel fashion turun 35%, sedangkan layanan kecantikan anjlok 43%.

Bismala dan Handayani (2014) mengatakan, UMKM berperan sebagai pondasi perekonomian Indonesia, yang mempengaruhi roda perekonomian. Karena itu keberadaan UMKM harus disokong oleh beragam program yang bertujuan untuk mengembangkannya, baik dari pemerintah maupun sektor swasta.

Bisnis kuliner merupakan sebuah usaha dalam memproduksi makanan (lauk-pauk, makanan pokok atau minuman) yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. 

Jenis usaha ini akan terus laris dan menguntungkan, karena makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia. Namun pada kasus pandemi covid-19 bisnis kuliner menjadi usaha yang terancam dan memiliki tantangan tersendiri. Terdapat faktor internal dan faktor eksternal dalalm bisnis kuliner di masa pandemi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline