Dalam era globalisasi yang semakin mempercepat laju interaksi antarnegara, teori ekonomi politik internasional menjadi salah satu hal yang krusial dalam memahami dinamika hubungan antarnegara. Di tengah kompleksitas ini, liberalisme muncul sebagai salah satu paradigma utama dalam mengadvokasi pembukaan pasar, perdagangan bebas, serta integrasi ekonomi global.
Teori konsep liberalisme dalam ekonomi politik internasional menekankan pentingnya keberadaan pasar, perdagangan bebas, dan integrasi ekonomi sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan dan stabilitas perekonomian di tingkat internasional. Dalam pandangan liberal, perdagangan bebas membantu negara-negara untuk fokus pada apa yang mereka lakukan dengan baik atau memungkinkan spesialisasi ekonomi, sehingga membuat pengalokasian terhadap sumber daya dapat dilakukan dengan lebih efisien. Hal ini yang kemudian dapat meningkatkan produksi dan konsumsi barang dan jasa.
Liberalisme juga mendorong pembukaan pasar internasional dengan mengurangi tarif perdagangan dan hambatan non-tarif, sehingga memperluas akses pasar bagi produsen dan konsumen serta meningkatkan persaingan. Perlindungan yang kuat terhadap hak milik dan investasi juga dianggap penting guna menciptakan lingkungan bisnis yang stabil dan menarik bagi para investor. Integrasi ekonomi regional juga sangat penting dalam upaya penguatan atas kerjasama antarnegara dan peningkatan produktivitas ekonomi.
Di samping itu, kelembagaan internasional seperti WTO dan IMF dianggap tidak kalah penting dalam mempromosikan aturan perdagangan yang adil dan mengatasi ketidakseimbangan ekonomi global. Selain itu, konsep interdependensi ekonomi menjadi pusat dari teori liberalisme, di mana dalam sistem liberalisme negara-negara menjadi semakin tergantung satu sama lain secara ekonomi serta bekerja dalam menciptakan insentif untuk menjaga perdamaian dan stabilitas ekonomi di tingkat internasional. Implementasi kebijakan liberalisme dalam kerangka kerjasama regional menjadi subjek yang menarik untuk diteliti, Salah satu contoh yang menonjol dari penerapan prinsip-prinsip liberalisme dalam kerangka kerjasama regional adalah ASEAN Free Trade Area (AFTA).
Sejak pembentukannya pada tahun 1967, ASEAN telah menjadi salah satu organisasi regional yang paling sukses di dunia. Dengan populasi lebih dari 650 juta orang dan PDB gabungan lebih dari 3 triliun dolar AS, ASEAN memiliki potensi besar untuk memengaruhi dinamika ekonomi politik internasional. Di sisi lain, Tiongkok, dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat dan posisinya sebagai salah satu pemimpin global dalam perdagangan, investasi, dan produksi, juga menjadi kekuatan yang tidak dapat diabaikan dalam kerangka ekonomi politik internasional.
ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan sebuah bentuk inisiatif yang didirikan oleh negara-negara anggota dalam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada tahun 1992 dan secara resmi mulai diterapkan pada tahun 1993. Tujuan dibuatnya AFTA adalah untuk menciptakan sebuah kawasan perdagangan bebas di antara negara-negara anggota ASEAN, mengurangi atau menghapuskan tarif perdagangan antar negara anggota ASEAN, sekaligus menciptakan suatu lingkungan perdagangan yang lebih terbuka dan kompetitif di kawasan regional.
Salah satu langkah utama yang diambil dalam kerangka AFTA adalah pengurangan tarif perdagangan bagi negara anggota ASEAN. Negara-negara anggota ASEAN setuju untuk secara bertahap menurunkan tarif impor mereka terhadap barang-barang yang diperdagangkan di antara negara anggota. Hal tersebut dilakukan dengan melakukan perjanjian kesepakatan atas tarif yang telah disepakati, di mana tarif-tarif tersebut dikurangi secara bertahap selama beberapa tahun ke depan. Selain itu, AFTA juga mempromosikan kerja sama dalam bidang-bidang lain yang berkaitan dengan perdagangan, seperti standar teknis, prosedur kepabeanan, dan kebijakan investasi. Tujuannya adalah untuk menciptakan lingkungan bisnis yang lebih kondusif dan menyelaraskan regulasi perdagangan di antara negara-negara anggota.
Implementasi ASEAN Free Trade Area (AFTA) telah membawa dampak yang signifikan dalam ekonomi politik internasional. Pertama, AFTA menjadi faktor pendorong utama terjadinya pertumbuhan ekonomi yang pesat di kawasan Asia Tenggara. Dengan membuka pasar dan memperlancar perdagangan di antara negara-negara anggota, AFTA telah menciptakan peluang ekonomi baru khususnya bagi para negara anggota ASEAN. Adanya akses yang lebih mudah ke pasar regional dan global juga kemudian meningkatkan daya saing negara-negara ASEAN, yakni dengan membantu negara anggota dalam mengoptimalkan potensi ekonomi negaranya sendiri. Sebagai hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang signifikan terjadi di seluruh kawasan, yang kemudian menciptakan lapangan kerja serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat kawasan.
Selain itu, AFTA juga telah memainkan peran penting dalam menciptakan stabilitas regional, baik secara politik maupun ekonomi. Melalui integrasi ekonomi, negara-negara anggota ASEAN menjadi saling bergantung satu sama lain secara ekonomi. Ketergantungan ini menciptakan insentif untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan, karena konflik atau ketegangan antara negara-negara anggota dapat mengganggu kemajuan ekonomi dan kesejahteraan bersama. Dengan demikian, AFTA tidak hanya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memberikan fondasi yang kokoh untuk stabilitas politik dan ekonomi di Asia Tenggara, dengan menjadikannya sebagai contoh sukses dari integrasi ekonomi regional dalam kerangka liberalisme ekonomi politik internasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H