Lihat ke Halaman Asli

Siti Anisa Azzahra

bersabarlah, sampai masalah pun lelah dengan kesabaramu

Perkara Hukum Waris dalam Hukum Acara Perdata

Diperbarui: 4 November 2021   23:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum sesuai Pancasila serta UUD 1945, yang mempunyai tujuan mewujudkan tata kehidupan Negara serta bangsa yang adil dan sejahtera, aman, tentram, serta tertib, dan menjamin kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat.
berdasarkan Imannuel Kant dan F.J. Stahl, kriteria untuk dapat dianggap Negara hukum, harus memenuhi unsurunsur sebagai berikut: 1. jaminan terhadap perlindungan hakhak asasi manusia;

2. Terselenggaranya pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk terselenggaranya hak-hak tersebut di atas;

3. Tiap tindakan pemerintah harus dilandasi undang-undang; serta

4. Adanya peradilan administrasi.

Soepomo memberikan rumusan hukum waris, yaitu bahwa: "hukum waris memuat perturanperaturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud benda (immateriele goederen) berasal suatu angkatan manusia (generatie) kepada turunannya. Proses ini telah mulai pada waktu orang tua masih hidup. Proses tersebut tidak menjadi "akut" oleh sebab orang tua meninggal dunia.

Memang meninggalnya bapak atau ibu adalah suatu peristiwa yang penting bagi proses itu, akan tetapi sesungguhnya tidak mempengaruhi secara radikal proses penerusan dan  pengoperan harta benda dan  harta bukan benda tersebut". pada dalam menyampaikan hukum waris, maka terdapat 3 (3) hal yang perlu mendapat perhatian, di mana ketiga hal ini adalah unsur-unsur pewarisan, yaitu: 

1. Orang yang meninggal dunia/ pewaris/erflater. Pewaris adalah orang yang tewas global dengan meninggalkan hak dan kewajiban kepada orang lain yang berhak menerimanya. dari Pasal 830 buku Undang-Undang hukum Perdata (BW), pewarisan hanya berlangsung karena kematian. lalu, berdasarkan ketentuan Pasal 874 kitab   Undang-Undang hukum Perdata (BW), segala harta peninggalan seseorang yg mangkat  global merupakan kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut undang-undang sekedar terhadap itu menggunakan surat wasiat tidak sudah diambil sesudah ketetapan yang legal. dengan demikian, menurut buku Undang-Undang hukum Perdata (BW) ada 2 macam waris, yaitu waris ab intestate (tanpa wasiat) dan waris wasiat atau testamentair erfrecht. 2. ahli waris yang berhak mendapatkan harta kekayaan itu/erfgenaam. 

Ahli waris yaitu orang yang masih hidup yang sang hukum diberi hak untuk menerima hak serta kewajiban yang ditinggal oleh pewaris. lalu bagaimana. dengan bayi yang ada pada kandungan?, menurut Pasal 2 kitab  Undang-Undang hukum Perdata (BW), anak yang terdapat pada kandungan dianggap menjadi sudah dilahirkan bilamana keperluan si anak menghendaki. Jadi, dengan demikian seorang anak yang ada pada kandungan, walaupun belum lahir bisa mewarisi karena pada pasal tersebut hukum membentuk fiksi, seakan-akan anak telah dilahirkan. ahli waris terdiri dari: a. ahli waris menurut undang-undang (abintestato). ahli waris ini didasarkan atas hubungan darah dengan si pewaris atau para keluarga sedarah. ahli waris ini terdiri dari 4 (empat) golongan, yaitu:

1) Golongan I, terdiri dari anak-anak, suami (duda) dan istri (janda) si pewaris;

2) Golongan II, terdiri dari bapak, ibu (orang tua), saudara-saudara si pewaris;

3) Golongan III, terdiri dari keluarga sedarah bapak atau ibu lurus ke atas (seperti: kakek, nenek, baik garis atau pancer bapak atau ibu) si pewaris;

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline