Lihat ke Halaman Asli

Paradigma Fazlur Rahman (Double Movement: Gerakan Ganda)

Diperbarui: 17 Desember 2024   22:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Fazlur Rahman yang merupakan ulama muslim memiliki pandangan berbeda dari kebanyakan ulama lainnya yang menolak keras adanya modernitas. Pandangan Fazlur Rahman yang terbuka terhadap modernitas juga bisa saja dipengaruhi oleh pandangan ayahnya yaitu Maulana Syihabuddin yang juga mendukung modernitas tetapi tetap kritis dan menjaga keorientalitasan Al-Qur'an.


Paradigma Fazlur Rahman yang memusat pada manusia dan tuhan sekaligus (Bottom Up), juga kekecewaan terhadap ulama-ulama terdahulu yang menafsirkan ayat Al-Qur'an dengan ayat Al-Qur'an yang lain (yufassir ba'dhuhu ba'dha). Namun usaha yang sistematis untuk memadu padankan makna Al-Qur'an demi mewujudkan suatu pandangan dunia yang padu belum dilakukan. Hal ini juga memicu lahirnya pemikiran "Double Movement" atau "Dua Gerakan Ganda".


Dalam gerakan pertama, seorang penafsir harus memahami statement Al-Qur'an dengan mengetahui sejarah atau masalah pada teks, baik yang bersifat spesifik maupun general. Dalam gerakan kedua, dilakukan generalisasi jawaban Al-Qur'an terhadap situasi spesifik menjadi statement moral sosial yang bersifat keadilan, persamaan, dan kebebasan.


Dalam teori ini juga terdapat beberapa tahap yang penting untuk dipelajari, diantaranya:
      1. Diperlukan kejadian dalam mengungkapkan peristiwa masa Rosulullah lalu mencari bagaimana kejadian tersebut direspon oleh Al-Qur'an.
      2. Lalu respon itu dicari nilai ideal moralnya dan ditarik kembali pada konteks kekinian untuk ditubuhkan pada masa kini.
Contoh penerapannya terdapat pada QS. An-Nisa:4(3)

Jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Akan tetapi, jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat untuk tidak berbuat zalim. (QS. An-Nisa:4(3)).


Maka ketika ayat ini diaplikasikan dimasa kini, yang menjadi patokan adalah ideal moralnya. Menurut Fazlur Rahman, poligami merupakan bentuk perkawinan yang spesifik untuk menyelesaikan permasalahan pada saat itu saja, yang mana pada zaman itu, banyak para wali yang tidak rela untuk mengembalikan harta harta kekayaan anak yatim.
Maka ayat ini turun untuk memperbolehkan para wali untuk mengawininya dengan batasan 4 kali saja dan tidak lebih. Ayat ini turun dengan tujuan memperkuat elemen-elemen masyarakat yang lemah termasuk budak juga kaum wanita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline