Tangerang - Belajar dan mengajar saat ini sebagian besar masih dilakukan secara online, walau ada yang sudah melakukan tatap muka secara langsung dibeberapa tempat. Kegiatan tatap muka dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pemahaman dalam belajar siswa/i. Karena tidak hanya murid yang merasa kurang efektiv saat belajar secara online, tetapi guru-guru pun juga banyak yang merasa kurang efektiv saat mengajar online. Hal ini karena media yang terbatas, dan tidak bisa melihat langsung murid-murid membuat guru-guru tidak mengetahui apakah materi yang diberikan dipahami atau tidak oleh murid.
"Kalo misalnya online, itu tuh gak enaknya ya itu ya, kita gak ketemu anak-anak secara langsung, secara tatap muka kita gak ketemu. Jadi saya gak tau tuh anak kalo abis mengeliat video yang saya kasih, atau meteri yang saya kasih dia paham atau engga. Karena kan kita gak ketemu secara langsung. Bisa jadi ketika saya udah post materi saya, saya sudah share materi-materi yang hari itu terus dia buka doang abis itu dia tidur, atau absen doang abis itu dia tidur, gitu. Itu tuh sering banget terjadi hal-hal kaya gitu.". Ungkap Nuresa febriasti, guru di SMA An-Nurmaniyah, mata pelajaran Sejarah (Sabtu, 12/06/2021).
Lanjutnya Nuresa mengatakan mengajar secara offline atau bertatap muka membuatnya lebih leluasa dalam mengajar, karena dapat mengajar dengan media yang lebih variatif, dan membuatnya dekat dengan murid-muridnya. Sehingga Nuresa mengetahui apakah murid-murid memahami materi yang di ajarkan atau tidak. Saat ini Nuresa mengajar secara hybrid, dilakukan secara online lalu beberapa minggu sekali dilakukan kegiatan tatap muka.
Nuresa mengungkapkan kesulitanya mengajar online karena menggunakan basis teknologi, sehingga rumit mempersiapkan materi, membutuhkan waktu berhari-hari untuk video, editing, dan lain-lain. Selain itu juga lebih boros kuota. Belum lagi Neresa harus memperhatikan absensi murid-murid, membuatnya tidak fokus ke materi. Karena terkadang muridnya tidak bisa melakukan absensi, hal ini disebabkan karena tidak memiliki paket internet, sehingga tertinggal materi. Kesulitan lain seperti sinyal, Nuresa merasa karena terbatas sinyal ia tidak bisa maksimal dalam mengajar murid-muridnya.
Membahas mengenai keluhan tugas yang terlalu banyak. Nuresa mengatakan ia tidak memiliki keluhan tugas dari muridnya, ia sendiri bukan tipikal guru yang selalu memberikan tugas, ia memahami kesulitan dan pusingnya murid-muridnya dengan tugas karena ditempat ia mengajar dalam satu hari terdapat tiga sampai empat mata pelajaran, sehingga Nuresa memberikan tugas yang ringan dan dilakukan tidak setiap minggu atau di selang-seling, untuk meringankan beban murid-muridnya.
Setelah itu Nuresa mengatakan keresahanya sebagai guru saat ulangan secara online, saat dia tidak dapat mengawasi secara langsung pengerjaan ulangan muridnya, dan saat harus mengingatkan muridnya berkali-kali ketika ulangan karena beberapa murid tidak merespon.
"Dan keresahan saya itu ketika pas lagi ulangan, wah itu bener bener. Ulangan itu tuh ya satu kelas itu tuh jawabannya bisa sama semua, bahkan yang lebih parah anak-anak itu kadang gak liat soal jadi langsung kopas-kopas aja dari temennya,dan satu sumber gitu jadi rata-rata sama, saya kadang suka bingung ya ngasih nilai-nilainya tuh gimana kalo sama semua, yakali saya kasih merah semua kan gak mungkin juga, jadi mau gak mau kita mesti maklum, Belum lagi kalo ada anak-anak yang dia ketiduran, jadi dia ngabsen doang abis itu dia tidur lagi, itu sering banget. Dan itu sangat merepotkan karena kita harus call mereka berkali-kali" ujar Nuresa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H