Di Indonesia, kasus stunting masih menjadi masalah kesehatan dengan jumlah yang cukup banyak Hal ini disebabkan oleh kekurangan gizi kronis dengan manifestasi kegagalan pertumbuhan. Prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%) dan menduduki peringkat kelima dunia.
Stunting merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun.
Stunting adalah salah satu keadaan malnutrisi yang berhubungan dengan ketidakcukupan zat gizi masa lalu sehingga termasuk dalam masalah gizi yang bersifat kronis. Stunting diukur sebagai status gizi dengan memperhatikan tinggi atau panjang badan, umur, dan jenis kelamin balita. Kebiasaan tidak mengukur tinggi atau panjang badan balita di masyarakat menyebabkan kejadian stunting sulit disadari. Hal tersebut membuat stunting menjadi salah satu fokus pada target perbaikan gizi di dunia sampai tahun 2025.
Oleh karena itu Pemerintah kota (Pemkot) Bandung dan Tim Penggerak PKK menggencarkan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang cara mencegah stunting. Seperti dihadirkanannya program Bandung Tanggap Stunting dengan Pangan Aman dan Sehat (Bandung Tanginas). Program ini merupakan bagian dari kegiatan rempug stunting Kota Bandung yang diselenggarakan dan diinisiasi oleh TP PKK.
Gerakan BANDUNG TANGINAS ini memberikan pengetahuan mengenai pangan aman dan sehat kepada keluarga yang terindikasi stunting. Ada empat jenis yakni ibu hamil, ibu menyusui, anak di bawah dua tahun dan balita. selain melakukan sosialisasi tentang stunting, PKK Kota Bandung bersama Dinas Pangan dan Pertanian (Dispangtan) juga memberikan pangan aman dan sehat kepada masyarakat yang membutuhkan.
Daftar Pustaka
Sutarto, Diana Mayasari, Reni Indriyani. 2018. Stunting, Faktor Resiko dan Pencegahannya. J Agromedicine, 5(1).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H