Lihat ke Halaman Asli

Perceraian Dapat Merusak Kondisi Psikis Anak

Diperbarui: 28 November 2015   19:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pernahkah kalian memikirkan suatu hal yang berhubungan dengen perceraian? Lalu, apakah ‘perceraian’ itu? Sebelum membahas itu, kita harus tahu  apa itu pernikahan. Pernikahan adalah suatu hal yang bersifat sakral yang dilakukan oleh sepasang insan manusia dengan tujuan membuktikan cinta mereka. Selain itu, pernikahan juga berarti kesiapan sepasang pasangan untuk membangun rumah tangga dan melalui masalah-masalah yang akan datang bersama.

Namun, saat ini, banyak kita jumpai pasangan-pasangan yang sudah menikah lupa dengan arti dari pernikahan tersebut. Adanya masalah yang tidak dapat mereka selesaikan membuat mereka memilih untuk berpisah. Masalah tersebut antara lain adalah ketidakharmonisan dalam rumah tangga, kurangnya keimanan kepada Tuhan YME, perzinaan, atau pernikahan tanpa dilandasi rasa cinta. Itulah yang disebut dengan ‘perceraian’, jadi perceraian adalah terputusnya hubungan antara suami dan istri karena salah satu dari keduanya memutuskan untuk saling meninggalkan, sehingga mereka berhenti melakukan kewajibanya sebagai suami istri. Bahkan, sebagian dari mereka tidak begitu peduli dengan akibat dari perceraian tersebut.

Salah satu korban dari perceraian adalah anak. Mungkin untuk pasangan suami istri yang belum mempunyai anak, bercerai bukanlah hal yang berdampak buruk di kehidupan mereka. Namun, mari kita berpikir lebih lanjut, bagaimana kehidupan anak yang orang tuanya bercerai? Perceraian bagi anak adalah sebuah mimpi buruk yang tidak pernah diinginkan.

Keluarga yang dulunya utuh menjadi hilang, anak akan merasa hidupnya kacau atau berantakan setelah orang tua mereka bercerai. Mereka harus menerima kesedihan, kekecewaan, serta kehilangan yang mendalam karena perpisahan kedua orang tuanya. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kondisi psikis anak. Anak yang orang tuanya bercerai biasanya kondisi mentalnya tidak stabil. Anak akan merasa tidak aman, menyalahkan diri sendiri sebagai penyebab orang tuanya bercerai, mengalami punurunan akademik, pelecehan, bahkan perceraian orang tua dapat membuat anak stres, depresi, dan cemas yang berkepanjangan.

Tidak berhenti sampai disitu, perceraian juga sangat mempengaruhi perkembangan anak. Walaupun kita tahu bahwa  pada dasarnya anak dapat menentukan masa depannya sendiri, tapi orang tua adalah faktor utma yang berpengaruh dalam kehidupan anak. Cara orang tua mengawasi, memberikan kasih sayang, serta mendidik anak merupakan suatu faktor pembentuk mental anak. Saat mereka ada dalam masa pertumbuhan dengan kondisi orang tua yang tidak lengkap, mereka akan sering menjumpai masalah yang akan mengganggu kondisi psikis mereka. Ketika anak menjadi dewasa, mereka akan menjadi apatis dalam berhubungan. Perpisahan kedua orang tuanya membuat anak merasa bahwa hubungan tidak lah penting. Anak juga akan menjadi mudah untuk terpengaruh hal-hal buruk, seperti alkohol, rokok, obat-obatan terlarang, hingga seks bebas.Hal ini terjadi karena perhatian serta pengawasan dari orang tuanya sudah tidak utuh lagi. Anak menganggap bahwa hal-hal buruk itulah yang membuat mereka bahagia.

Begitu  buruk dampak perceraian bagi anak. Demikian pula dapat kita simpulkan bahwa perceraian lebih berdampak pada anak usia pra-remaja dan remaja. Perasaan campur aduk mereka rasakan setelah keluarga mereka berpisah. Maka dari itu, kita perlu memikirkan ulang dampak dari perceraian sebelum melakukannya. Jangan membuat anak mengalami tekanan batin karena apa yang telah kita lakukan. Ada baiknya jika kita bisa menyelesaikan masalah tanpa harus melakukan perceraian.

Namun, jika perceraian adalah jalan terakhir yang sudah tidak bisa ditawar lagi, maka kita harus menciptakan suasana yang mendukung bagi anak selama masa pertumbuhan mereka. Hal ini dapat kita tuangkan dalam bentuk tetap memberi perhatian dan kasih saying yang cukup pada anak, memberikan penjelasan bahwa perpisahan adalah murni kesalahan orang tua dan bukan kesalahan anak, tidak menjelekan dan menunjukkan perasaan sakit hati kepada pasangan di depan anak, dan tidak masuk ke hubungan dengan pasangan baru dalam waktu yang singkat. Selain itu, kita juga dapat melakukan banyak cara untuk menjaga kondisi psikis anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline