Profesi perawat telah lama menjadi simbol pengabdian, kasih sayang, dan pelayanan terhadap sesama. Dengan seragam putih yang menjadi ciri khasnya, perawat tidak hanya merepresentasikan kebersihan dan profesionalisme, tetapi juga menjadi wajah terdepan dalam dunia kesehatan. Peran mereka sangat vital, baik dalam menangani pasien secara langsung di rumah sakit maupun dalam memberikan edukasi kesehatan kepada masyarakat. Namun, dalam era digital saat ini, simbol mulia ini mulai menghadapi tantangan baru. Seragam putih yang dulu dianggap sakral kini sering kali menjadi bagian dari tren media sosial, seperti konten TikTok, yang terkadang mengaburkan esensi sejati profesi ini (Aspihan et al., 2021). Hal ini memunculkan pertanyaan besar: Apakah simbol mulia tersebut mulai kehilangan maknanya di tengah derasnya arus digitalisasi?
Fenomena maraknya perawat yang membuat konten di TikTok menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Sebagian pihak memandang hal ini sebagai cara kreatif untuk membangun citra positif profesi perawat di kalangan generasi muda. Melalui konten tersebut, mereka dapat memperlihatkan sisi lain dari kehidupan seorang perawat yang penuh tantangan namun tetap manusiawi. Namun, di sisi lain, tidak sedikit yang mengkritik bahwa penggunaan seragam putih dalam konten-konten hiburan dianggap kurang pantas dan dapat merusak citra profesionalisme. Di sinilah terjadi tarik-ulur antara kebutuhan untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman dan menjaga nilai-nilai tradisional profesi keperawatan (Pawlowski et al., 2019).
Simbol seragam putih, yang sarat makna historis dan filosofis, kini berpotensi tereduksi menjadi sekadar alat estetika dalam konten digital. Jika tidak diimbangi dengan pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai profesi, pergeseran ini dapat melemahkan penghormatan masyarakat terhadap profesi perawat. Padahal, sejarah panjang profesi ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga etika dan integritas dalam setiap aspek, termasuk penampilan dan perilaku. Seragam putih bukan hanya pakaian, tetapi representasi tanggung jawab moral dan profesional yang diemban perawat (Mariano et al., 2018). Oleh karena itu, penting untuk merefleksikan kembali nilai-nilai yang melekat pada simbol ini di tengah perubahan zaman.
Seragam putih perawat telah lama menjadi simbol universal yang mencerminkan kemurnian, profesionalisme, dan tanggung jawab dalam dunia kesehatan. Dalam sejarahnya, seragam ini pertama kali digunakan pada abad ke-19 oleh Florence Nightingale dan para muridnya sebagai cara untuk membedakan perawat profesional dari pekerja biasa di rumah sakit. Warna putih dipilih karena melambangkan kebersihan dan sterilitas, dua elemen utama dalam pelayanan kesehatan. Selain itu, seragam putih juga mencerminkan dedikasi dan keikhlasan perawat dalam melayani pasien tanpa memandang latar belakang atau kondisi mereka. Namun, di tengah perkembangan teknologi digital, simbol mulia ini mulai mendapatkan tantangan baru. Tren media sosial, seperti TikTok, telah membawa perubahan besar dalam cara profesi ini dilihat oleh masyarakat, sering kali berujung pada perdebatan mengenai profesionalisme dasar keperawatan (Subekti & Wulandari, 2022).
Profesionalisme dalam keperawatan mencakup beberapa elemen penting, di antaranya adalah etika, integritas, rasa hormat, dan komitmen terhadap standar kerja yang tinggi. Sebagai tenaga kesehatan, perawat tidak hanya bertugas merawat pasien secara fisik, tetapi juga memberikan dukungan emosional dan mental yang sangat dibutuhkan oleh mereka yang berada dalam kondisi kritis. Semua aspek ini terwujud dalam sikap, perilaku, dan penampilan perawat, termasuk dalam penggunaan seragam putih. Seragam tersebut menjadi semacam "kode etik visual" yang menunjukkan bahwa perawat memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga kesehatan pasien dan menjalankan pekerjaannya dengan profesionalisme yang tinggi. Namun, ketika seragam ini digunakan untuk membuat konten hiburan di media sosial, terutama di platform seperti TikTok, makna simbolis tersebut sering kali terdegradasi (Vanzetta et al., 2016).
Tren membuat konten TikTok dengan seragam putih sering kali dipandang sebagai upaya modernisasi dalam memperkenalkan profesi perawat kepada generasi muda. Melalui konten ini, beberapa perawat menunjukkan sisi manusiawi dari profesinya, seperti keseruan di balik shift panjang, tantangan dalam menangani pasien, atau bahkan humor ringan yang mereka temui sehari-hari. Tidak sedikit dari konten ini yang justru berhasil menarik simpati dan apresiasi masyarakat terhadap peran perawat. Namun, ada garis tipis yang harus dijaga antara hiburan dan profesionalisme. Ketika seragam putih digunakan dalam konteks yang kurang pantas atau melibatkan tindakan yang melanggar etika, seperti berjoget atau menggunakan musik yang tidak relevan, hal ini dapat menimbulkan persepsi negatif terhadap profesi perawat (Arif et al., 2023).
Dari sudut pandang profesionalisme dasar keperawatan, penggunaan seragam putih di luar tempat kerja memerlukan kehati-hatian. Perawat diharapkan menjaga integritas profesinya, termasuk dalam penampilan publik. American Nurses Association (ANA) dan organisasi serupa di berbagai negara menekankan pentingnya menjaga etika profesional di semua lini kehidupan, baik dalam interaksi langsung dengan pasien maupun dalam aktivitas di media sosial. Ketika seorang perawat mengenakan seragam putih, mereka tidak hanya merepresentasikan diri mereka sendiri, tetapi juga profesi keperawatan secara keseluruhan. Jika penggunaan seragam ini dilakukan secara sembarangan, hal tersebut dapat menciptakan kesalahpahaman di masyarakat tentang apa yang sebenarnya dimaksud dengan tanggung jawab dan dedikasi seorang perawat (Erer & Cobaner, 2016).
Selain itu, seragam putih tidak hanya bermakna sebagai pakaian kerja, tetapi juga menjadi bagian dari citra profesionalisme perawat. Penampilan perawat yang rapi dan bersih dalam balutan seragam putih memberikan rasa percaya dan kenyamanan kepada pasien. Pasien dan keluarganya sering kali melihat seragam ini sebagai simbol keamanan dan harapan di tengah situasi yang penuh tekanan. Ketika seragam ini digunakan untuk kepentingan yang bersifat hiburan, terutama dalam platform yang terkadang dipenuhi konten sensasional, citra tersebut dapat terganggu. Hal ini juga dapat mengurangi rasa hormat masyarakat terhadap profesi perawat, yang pada akhirnya memengaruhi hubungan antara perawat dan pasien di dunia nyata (Farsi, 2021).
Namun, fenomena ini juga tidak dapat sepenuhnya disalahkan pada individu yang membuat konten tersebut. Perubahan zaman dan kemajuan teknologi memaksa semua profesi, termasuk keperawatan, untuk beradaptasi dengan cara baru dalam berkomunikasi dan membangun citra. Media sosial telah menjadi alat penting untuk menyampaikan pesan, termasuk dalam bidang kesehatan. Ketika digunakan dengan bijak, media sosial dapat menjadi platform yang efektif untuk edukasi kesehatan, promosi profesi keperawatan, dan berbagi pengalaman yang inspiratif. Oleh karena itu, yang diperlukan adalah panduan yang jelas mengenai bagaimana perawat dapat memanfaatkan media sosial tanpa mengorbankan etika profesional mereka (Arrigoni et al., 2016).
Salah satu cara untuk menjaga keseimbangan antara penggunaan media sosial dan profesionalisme adalah dengan mengedepankan edukasi tentang etika digital dalam pendidikan keperawatan. Institusi pendidikan keperawatan dan asosiasi perawat dapat memberikan pelatihan khusus mengenai bagaimana membangun citra profesional di dunia maya. Perawat harus diajarkan untuk memanfaatkan media sosial sebagai alat untuk menyebarkan informasi yang bermanfaat, seperti tips kesehatan, kisah inspiratif dari dunia keperawatan, atau promosi nilai-nilai luhur profesi ini. Dengan cara ini, media sosial dapat menjadi ruang untuk memperkuat citra positif perawat tanpa mengorbankan integritas simbol seragam putih (Price et al., 2018).
Selain itu, menjadi hal yang penting juga untuk membangun kesadaran di kalangan masyarakat tentang pentingnya menghormati profesi perawat dan simbol yang melekat padanya. Seragam putih bukan hanya pakaian, tetapi representasi dari dedikasi dan pengorbanan yang dilakukan perawat setiap hari untuk membantu mereka yang membutuhkan. Melalui kampanye publik yang terstruktur, nilai-nilai ini dapat terus disosialisasikan sehingga masyarakat dapat memahami esensi profesi perawat yang sebenarnya. Dengan cara ini, simbol seragam putih dapat tetap dihormati dan dijaga, meskipun dalam era digital yang serba cepat ini.