Indonesia menyimpan banyak sekali sejarah mengenai perjuangan dalam meraih dan mempertahankan kemerdekaan bangsa. Didirikannya sebuah monumen atau tugu merupakan salah satu bentuk penghormatan untuk mengenang jasa dan perjuangan para pahlawan dalam kegigihan mereka mempertahankan bangsa, salah satunya adalah Monumen Trisula.
Monumen yang terletak di Desa Bakung, Kabupaten Blitar ini diresmikan oleh Letnan Jenderal M. Yasin pada tanggal 18 Desember 1972. Monumen ini dibangun dengan tujuan untuk mengenang perjuangan Operasi Trisula tahun 1968 oleh Brigade Infanteri Lintas Udara18/Trisula yang dipimpin langsung oleh Danbrigif Linud 18 pertama Kolonel Inf Witarmin dalam memberantas PKI di Blitar Selatan.
Dimulai dari peristiwa pemebrontakan PKI di Madiun tahun 1948 hingga pemberontakan G30S PKI di tahun 1965, para tokoh PKI yang belum tertangkap melarikan diri dari kejaran TNI dan Pemerintah ke wilayah-wilayah terpencil dan masih terbelakang demi menyelamatkan diri. Bakung menjadi salah satu tempat persembunyian tokoh-tokoh PKI karena pada saat itu daerah Bakung masih hutan belantara dan jauh dari Kota.
Selain demi mengamankan diri dari kejaran, para tokoh dan pimpinan PKI beranggapan bahwa dari tempat itulah mereka menanamkan propaganda dalam rangka menyusun kembali kekuatan partai mereka yang hancur. Bakung yang sebelumnya damai berubah menjadi mencekam, PKI mengancam rakyat dengan siksaan dan dibunuh apabila mereka tidak mau bergabung dan mendukung gerakan PKI.
Hingga salah satu warga Bakung bernama Kusno melarikan diri dengan berjalan kaki ke wilayah Jatinom, Kanigoro. Dia mencuri makanan milik warga sekitar hingga pada akhirnya tertangkap oleh anggota TNI dari Yonif 511/DY.
Setelah digali informasi dan motif pencuriannya, Kusno bercerita mengenai kondisi yang terjadi di daerahnya. Akhirnya bersama dengan warga Bakung tersebut, pihak TNI mengirim pasukan telik sandi untuk menulusuri kekacauan di Bakung yang diduga dikendarai oleh gembong-gembong PKI. Setelah mendapat informasi mengenai pergerakan dan markas yang digunakan PKI, pemerintah melakukan serangkaian serangan untuk memberantas PKI.
Hingga pada bulan Februari -- Juni 1968, dilaksanakan operasi intel dan operasi teer secara gabungan. Namun operasi ini belum sepenuhnya berhasil dan belum sesuai dengan apa yang diharapkan pimpinan. Menindak lanjuti penggalangan kekuatan PKI, Asisten 1 dari Kodam V/Brawijaya melakukan peninjauan secara langsung dari Udara. Setelah itu dibentuklah Satuan Tugas (SATGAS) Trisula.
Dikomandoi oleh Kolonel Inf Witarmin dari Brigif Linud 18, operasi ini dilaksanakan selama 2 bulan, mulai dari 8 Juni hingga 30 Juli 1968. Satuan yang tergabung dalam operasi ini diantaranya adalah Yonif (531,521,511,527,513), Bantuan Administrasi (Banmir) dan Bantuan Tempur (Banpur),
Satuan Teritorial (Satter), 1 Kompi Paskhas (PGT) TNI-AU, Hansip-Wanra dari Blitar, Kediri, Tulungagung, Nganjuk dan Malang yang berjumlah kurang lebih 14.000 orang. Operasi ini sangat luar biasa karena konsepnya yang dibuat pertama kali di dunia sepanjang 80 km. Operasi Trisula ini dinilai sangat berhasil karena dapat menumpas sisa-sisa PKI dan menangkap para tokoh PKI.
Monumen Trisula terdiri atas 17 pilar penyangga, jalan melingkar yang berbentuk angka 8, 45 buah trap, serta 5 buah di bawah tangga. Hal ini mengandung makna bahwa Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945. Sementara jumlah anak tangga bawah menunjukkan jumlah Batalyon yang bergabung dalam Operasi Trisula.
Terdapat 5 jumlah patung dengan 3 patung ABRI dan 2 patung rakyat. Perpaduan antara ABRI dan rakyat menunjukkan adanya gotong royong, saling mendukung dan membantu, dan bekerja sama dalam menumpas pemberontakan. Terdapat salah satu patung yang menunjuk ke suatu tempat, berarti disanalah pernah terjadi sejarah kelam.