Lihat ke Halaman Asli

Bukit Senja dan Perca-perca Rindu

Diperbarui: 14 September 2020   11:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Memandang rembulan adalah cara yang paling janggal
untuk mengusai rindu
Bahkan malam tak lagi sunyi
Cahaya bulan seperti perca-perca senja
yang ku ambil dan kurangkai lagi
Niscaya yang sia-sia
Hanya menganja-anja usia

Senja sempat berkisah
Sebelum malam meminang hari jadi pangeran
Di bahu senja bunga-bunga yang manis bermekaran
"Antar aku ke bukit itu"
Tak bisa ku lupa tatapan yang berbinar-binar
Ku genggam tanganmu hingga jingga senja berpendar-pendar
Pada rerampaian yang tak pernah habis dilukis cakrawala
Ku bawa kau ke bukit senja

Rerampai senja senantiasa menyila bahunya untuk kita
Rebahlah, kita berbincang memeri rasa
Usia tak pernah usai mengurai kisah yang usang
di beberapa bagian
Ruang memberi celah besar yang membuat rindu sulit terkejar
Dan waktu, ia memeluk seperti candu
Aku tambatkan rindu pada pasak di bukit ini
Agar kau tahu dimana kelak mencari

Ku tunggu kau di rampai kenangan
Di mana kau saksikan perca-perca rindu
yang tak sempat ku rapikan
Seperti lalu, aku hening dalam geming
Engkau rebah pada entah

Menanti senja adalah satu-satunya cara yang tertinggal
untuk mengurai rindu
Bahkan malam sudi menanti
Semburat jingga adalah perca-perca senja
yang ku ambil dan kurangkai lagi
Kuharap tak sia-sia
Sembari menganja-anja usia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline