Lihat ke Halaman Asli

Ditinggikan karena Kotoran

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - Petani dari Desa Fajar Baru, Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan, Selasa (16/12), menyiapkan pupuk organik dari kotoran sapi dan urea menjelang pemupukan tanaman padi. (KOMPAS/HELENA F NABABAN)

[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi - Petani dari Desa Fajar Baru, Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan, Selasa (16/12), menyiapkan pupuk organik dari kotoran sapi dan urea menjelang pemupukan tanaman padi. (KOMPAS/HELENA F NABABAN)"][/caption]

Rozi tidak pernah bermimpi bahwa ia akan didatangi tamu penting dari luar negeri di rumahnya yang memiliki kandang sapi.

Muhammad Rozi tidak dapat menyembunyikan kegembiraannya dan bangganya saat menyambut tamu Parlemen Norwegia. Para pejabat itu datang untuk menengok kandang sapi Rozi di pedalaman hutan lindung Kabupaten Bungo, Jambi. Mereka semua terkesima melihat halaman rumah Rozi yang dipenuhi dengan tanaman yang subur dan hijau. Buahnya juga gemuk-gemuk dan segar. Yang lebih hebatnya lagi semuanya hidup dari pemanfaatan kotoran sapi.

Selama turun temurun masyarakat di pedalaman Senamat Ulu, Bungo, hidup selaras dengan alam untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Inilah yang membuat Rozi berpikir bahwa ia harus berhenti bergantung kepada hutan. Mengetahui banyak kotoran sapi teronggok di mana-mana karena masyarakat yang membebaskan ternak mencari makan, Rozi memanfaatkannya untuk membuat pupuk, dengan begitu ia tidak perlu lagi membeli penyubur tanaman. Hasil yang lebih segar dan gemuk, serta tumbuh lebih cepat membuat Rozi senang menggunakan pupuk organik tersebut.

Selain menggunakan kotoran sapi sebagai pupuk, Rozi juga membangun instalasi sederhana pengolahan biogas, sehingga ia tidak perlu lagi membeli elpiji. Biogas inilah yang dipakai Rozi sebagai bahan bakar untuk memasak kebutuhan keluarga sehari-hari.  Biogas memiliki tekanan gas yang lebih rendah, sehingga membuat Rozi dan keluarga merasa lebih aman.

Teknologi biogas ini dikembangkan Rozi untuk menjadi pembangkit listrik tenaga kincir air (PLTKA) dan mikro-hidro (PLTMH). Atas usahanya ini, desanya tidak lagi gelap di malam hari. Kini, sudah 36 hutan adat dikukuhkan dalam pengelolaan hutan adat di Jambi. Dengan adanya teknologi yang ramah lingkungan, seperti biogas, PLTKA, dan PLTMH, masyarakat tidak lagi perlu mengeksploitasi hutan untuk kepentingan sesaat.

Apa yang telah dilakukan Rozi merupakan contoh dari sosok Mutiara Bangsa BerHasanah. Ia rela dicela akibat perbuatannya yang tidak wajar demi kemakmuran sekitarnya, ia juga memikirkan masa depan anak dan cucunya bila masyarakat terus menggantungkan kehidupan pada hutan.

Jika Anda mengenal salah seorang kerabat yang melakukan perbuatan Hasanah dengan sesamanya, seperti Rozi, silakan daftarkan mereka melalui email priscilla@kraftigadvertising.com atau hubungi kantor cabang BNI Syariah terdekat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline