Lihat ke Halaman Asli

Anindita Azkia Fauzana

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Menilik Terobosan Inovatif dalam Upaya Kuratif Rheumatoid Arthritis Melalui INHERBS (Diospyros Blancoi) Herbs

Diperbarui: 3 Desember 2024   16:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Prototipe Produk INHERBS. Sumber: Dokumentasi Penulis

Indonesia, negara yang diberkahi dengan kekayaan sumber daya alam yang luar biasa, namun belum sepenuhnya tereksplorasi. Keberagaman hayati Indonesia, sebagaimana yang diungkapkan oleh Noviyanty et al. (2020), menjadikan negeri ini berada di peringkat kedua dalam hal keanekaragaman hayati di dunia, setelah Brasil. Di antara puluhan ribu spesies flora yang tumbuh di negeri ini, terdapat 30.000 jenis flora, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari total 40.000 flora dunia. Faktor-faktor seperti iklim tropis, variasi topografi, dan berbagai ekosistem, mulai dari hutan hujan tropis hingga savana, telah bersinergi dalam menciptakan keanekaragaman hayati yang mengagumkan. Dalam caleidoskop tumbuhan ini, sekitar 940 jenis telah teridentifikasi memiliki potensi sebagai obat, pengetahuan mengenai sifat-sifat ini terus berlanjut dari satu generasi ke generasi berikutnya di berbagai kelompok etnis Indonesia.

Tantangan kesehatan yang semakin pelik telah mendorong pemanfaatan obat herbal dan tradisional sebagai alternatif atau pelengkap dalam perawatan kesehatan. Era Society 5.0, di mana teknologi mengambil peran utama, memberikan dampak monumental terhadap pengembangan dan pemanfaatan obat herbal. Diskusi dan penelitian di bidang kesehatan pun tak terhindarkan saat potensi senyawa herbal dan tradisional dalam meningkatkan kesehatan masyarakat menjadi sorotan utama. Mereka memancarkan potensi sebagai opsi pengobatan yang aman dan efektif. Fakta yang diungkapkan oleh Kementerian Perindustrian Republik Indonesia pada tahun 2014 memberi catatan menggembirakan, di mana industri obat tradisional mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir dengan kenaikan penjualan obat tradisional, dari Rp14 triliun pada 2013 dan diharapkan terjadi peningkatan hingga Rp20 triliun pada tahun 2020.

Dukungan terhadap penggunaan obat tradisional juga mengalir dari pihak yang memiliki otoritas di bidang kesehatan. World Health Organization (WHO) melalui World Health Assembly, mengakui peran obat-obatan alami dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, terutama dalam upaya pencegahan dan pengobatan penyakit kronis. Di tingkat domestik, pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen kuat dalam pengembangan pengobatan tradisional.

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia bahkan menggelar acara. "Minum Jamu Bersama", sebuah langkah simbolis yang menunjukkan dukungan dari beberapa menteri terhadap obat tradisional sebagai alternatif pengobatan berisiko rendah. Inisiatif ini juga bertujuan untuk mempromosikan obat tradisional sebagai bagian integral dari warisan budaya nasional.

Para ilmuwan telah membuktikan keampuhan berbagai senyawa alami melalui uji klinis dan penelitian ilmiah. Mereka tak hanya dianggap lebih alami, tetapi juga diketahui memiliki risiko efek samping yang lebih rendah, dan efektivitasnya dalam mengobati atau meredakan gejala penyakit tertentu telah teruji. Rheumatoid arthritis, contohnya, suatu penyakit autoimun yang menyebabkan peradangan pada persendian, kaku, bengkak, nyeri, dan kemerahan, menjadi salah satu kondisi yang menarik perhatian dimana alternatifnya dapat memanfaatkan dari potensi herbal yang ada. Menurut Saputri (2017), prevalensi Rheumatoid arthritis mencapai angka 355 juta jiwa secara global, atau 1 dari 6 orang di populasi dunia. Di Indonesia, menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2013, angka prevalensi Rheumatoid arthritis mencapai 1-2% dari total penduduk, menjadikan Indonesia berada di peringkat keempat di dunia. Dampaknya tidak hanya terbatas pada kesehatan individu, tetapi juga merambah pada produktivitas, biaya perawatan kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Berdasarkan data dari VeryWellHealth (2022), biaya perawatan penyakit Rheumatoid arthritis mencapai Rp. 187.537.500,00 per tahun.

Pemerintah memiliki peran penting dalam program pengawasan, pemantauan, dan kerjasama dengan badan terkait dalam upaya pencegahan dan penanganan Rheumatoid arthritis. Namun, ditemukan tantangan yakni aksesibilitas kesehatan yang tidak merata dan rendahnya kesadaran masyarakat. Alternatif yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama dalam aspek kuratif, menjadi suatu kebutuhan mendesak dalam penanganan penyakit yang memengaruhi berbagai kelompok usia. Dalam konteks ini, buah bisbul sebagai salah satu buah unggulan Indonesia, hadir sebagai potensi yang patut dieksplorasi dalam upaya kuratif Rheumatoid arthritis dengan memanfaatkan zat aktif flavonoid yang menurut Husna et.al, (2022) dikenal mampu dalam menangani Rheumatoid Arthritis sehingga pemanfaatan potensi sumber daya alam lokal melalui alternatif inovatif seperti buah bisbul nampak sebagai suatu langkah yang tidak hanya relevan, tetapi juga berpotensi mengubah paradigma pengobatan.

Berdasarkan uraian diatas, solusi yang dapat diberikan adalah "INHERBS" yakni kapsul yang mengandung buah pohon bisbul (Diospyros blancoi). Bisbul merupakan salah satu tanaman asli Indonesia yang memiliki banyak keunggulan, namun karena kurangnya budidaya tanaman ini, Bisbul menjadi tanaman langka. Kelepouri et al. (2018) buah pohon bisbul yang diketahui memiliki kandungan flavonoid yang bersifat antiinflamasi. Kapsul"INHERBS" terbuat dari 15 gram buah bisbul (Proses pembuatan produk terdapat di lampiran 1) dengan kandungan berdasarkan pedoman jurnal yang ada yaitu:

No.

Nama bahan/kandungan

Banyak per satu kapsul

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline