Lihat ke Halaman Asli

Anindita Azkia Fauzana

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Menelusuri Peran Komunikasi Terapeutik Dalam Mempercepat Pemulihan Pasien

Diperbarui: 3 Desember 2024   05:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Penulis Mengamati Proses Komunikasi Terapeutik. Sumber: Dokumentasi Penulis

Pernahkah Anda berpikir bahwa kata-kata yang kita ucapkan bisa memiliki kekuatan untuk menyembuhkan? sebagai mahasiswa kedokteran, saya berkesempatan untuk mengamati langsung bagaimana dokter berinteraksi dengan pasien di fasilitas kesehatan, tepatnya di puskesmas desa Moropelang, Kec. Babat, Kab. Lamongan, Jawa Timur. Pengalaman ini memberikan saya perspektif yang lebih dalam tentang bagaimana komunikasi terapeutik diterapkan dalam praktik medis sehari-hari. Dalam pengamatan saya, komunikasi terapeutik ternyata bukan sekadar percakapan biasa, melainkan proses interaksi yang penuh makna dan berdampak besar pada kesembuhan pasien.

Komunikasi terapeutik, menurut Stuart G.W., melibatkan hubungan interpersonal yang bertujuan untuk memperbaiki pengalaman emosional pasien. Dalam praktiknya, saya melihat dr. Aulia tidak hanya memberikan informasi medis, tetapi juga berusaha menciptakan suasana yang penuh empati, hangat, dan mendukung. Salah satu hal yang mencolok adalah bagaimana dr. Aulia dengan penuh perhatian mendengarkan keluhan pasien,kemu memberikan kesempatan bagi pasien untuk berbicara tanpa merasa terburu-buru.

Saya menyaksikan langsung bahwa komunikasi terapeutik lebih dari sekadar menjelaskan diagnosis atau rekomendasi pengobatan. Dokter mengaplikasikan teknik-teknik komunikasi yang mendalam, seperti mendengarkan aktif, mengajukan pertanyaan terbuka, dan memberikan klarifikasi untuk memastikan pasien memahami proses pengobatan yang akan dijalani. Saya juga melihat bagaimana dokter berusaha menciptakan hubungan saling percaya dengan pasien, yang memungkinkan pasien merasa lebih nyaman dalam berbagi kekhawatiran mereka.

Salah satu teknik komunikasi yang saya perhatikan sangat efektif adalah penggunaan keheningan. Di tengah percakapan, dokter memberikan ruang bagi pasien untuk merenung atau melanjutkan pembicaraan. Saya dapat berada di ruang dokter dan mengamati langsung proses komunikasi terapeutik berkat kesempatan yang diberikan oleh pihak puskesmas. Sebagai mahasiswa kedokteran, saya diizinkan untuk mengikuti sesi interaksi antara dokter dan pasien sebagai bagian dari proses pembelajaran, dengan tujuan untuk memahami bagaimana teori-teori yang diajarkan di kelas dapat diterapkan dalam praktik klinis.

Selama proses observasi, saya memastikan untuk selalu menjaga jarak yang sopan dan tidak mengganggu jalannya konsultasi. Hal ini juga sejalan dengan prinsip keheningan yang sering digunakan dalam komunikasi terapeutik, di mana dokter memberikan ruang bagi pasien untuk berbicara dan mengungkapkan perasaan mereka tanpa merasa terburu-buru atau tertekan. Saya mengamati dengan penuh perhatian, tetapi tidak menginterupsi percakapan, karena saya memahami bahwa keheningan itu sendiri memberikan kesempatan bagi pasien untuk lebih reflektif dan merasa dihargai.

Namun, saya juga mengamati bahwa komunikasi terapeutik tidak selalu mulus. Ada kalanya, hambatan muncul, seperti perbedaan pemahaman antara dokter dan pasien terkait informasi medis yang rumit. Misalnya, ketika pasien merasa takut atau cemas mengenai prosedur medis, ada tantangan dalam menurunkan kecemasan mereka. Dalam situasi ini, dokter perlu menguasai seni memberikan informasi yang mudah dipahami serta mengelola ketakutan pasien.

Saya juga menyaksikan bahwa dalam komunikasi terapeutik, penting untuk mempertimbangkan konteks budaya pasien. Misalnya, beberapa pasien mungkin lebih nyaman dengan pendekatan yang lebih formal atau membutuhkan waktu lebih lama untuk menerima informasi medis. Melihat penerapan komunikasi terapeutik yang saya saksikan langsung, saya semakin yakin bahwa hal ini adalah elemen kunci dalam proses penyembuhan pasien. Tidak hanya membantu pasien memahami kondisi mereka dengan lebih baik, tetapi juga memberikan mereka rasa aman dan dihargai.

Kesimpulannya, pengamatan saya terhadap penerapan komunikasi terapeutik di puskesmas desa Moropelang menunjukkan bahwa komunikasi yang efektif bukan hanya tentang berbicara, tetapi juga tentang mendengarkan, memahami, dan merespons dengan empati. Dokter yang dapat menguasai teknik-teknik komunikasi terapeutik ini tidak hanya memberikan perawatan fisik, tetapi juga memberikan dukungan emosional yang sangat penting bagi proses penyembuhan. Dengan terus mengasah keterampilan komunikasi ini, baik tenaga medis maupun tenaga kesehatan dapat menciptakan pengalaman yang lebih positif dan mendukung bagi pasien, serta mempercepat proses pemulihan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline