Ketika berhadapan dengan kepentingan-kepentingan tertentu, kita semestinya mulai membuka mata bahwa ilmu pengetahuan itu terkadang tidak terlepas dari “politik”. Hal ini pernah sedikit saya singgung ketika mengacu pada tuntutan para ilmuwan yang menuntut penyampaian kebenaran peristiwa WTC (baca di sini) dimana pihak NIST (yang merupakan institusi yang ditunjuk oleh pemerintahannya Bush untuk “meneliti”runtuhnya WTC) telah melakukan fabrication dengan penghilangan dan pengabaian begitu banyak data dan fakta lapangan yang terkait dengankasus WTC. Toh sampai sejauh ini NIST tidak bergeming, dan artikel-artikel para proponentnya beredar dengan leluasanya di journal , sebaliknya artikel yang melawannya yang berdasarkan bukti-bukti empiris dan fakta lapangan yang banyak sangat terbatas diakses.
Saya menemukan kesamaan pada fenomena pemakaian istilah evolusi dan keberkukuhan para pendukung dari evolution theory yang awalnya digagas Darwin. Saya tertarik untuk menulis artikel ini terutama karenacreationism theory yang dilontarkan Ilmuwan Muslim Harun Yahya masih tidak mendapatkan perhatian yang seharusnya di masyarakat yang nota bene masyarakatnya mayoritas muslim seperti Indonesia. Sudah cukup lama saya menyimpan sekitar 240 electronic books karya beliau, sebagian pengulangan karena terdapat versi dalam bahasa Indonesia, bahasa Arab, dan paling banyak bahasa Inggris. Saya berusaha mendapatkan semua buku itukarena memang saya rasakan insyaAllah bermanfaat kini maupun dimasa yang akan datang.
Pemicu awalnya penulisan ini adalah artikel saudara Arief di sini dengan sebagian komentar negative dari pembaca. Pendorong lainnya adalah tanggapan Bapak Rahmad yang mengutip sebagian sedikit dari pernyataan Harun Yahya yang berkaitan dengan creationism theorydalam konteks sangggahannya atas evolution theory-nya Darwin di artikelnya beliau di sini dan juga terdapat dimuatnya sedikit pernyataan Harun Yahya di artikel Adhyatmoko (baca di sini). Yang sayangnya kedua penulis menggiring pada kesimpulan yang sama bahwa Harun Yahya tidak obyektif (Bapak Rahmad) dan tidak menyertakan data-data penelitian ilmiah (Adhyatmoko).
--------- ---------------------- ------------------------ ----------------------- ------------------------- --------------- ----------- --
Ulasan saya bertujuan untuk menyanggah pendapat bahwa Harun Yahya tidak obyektif dan tidak memiliki data penelitian ilmiah dan saya akan tutup berkaitan dengan perlunya memperhatikan dengan berimbang pada teori penciptaan.
--------------------- ----------------- ------------------------------------------ --------------------- ----------------- ------------
Harun Yahya (HY) telah berusaha menyertakan bukti-bukti ilmiah dan pendapat para ilmuwan yang berkaitan dengan teori penciptaan-nya.Karena HY sendiri mendalami ilmu filsafat, gaya penyampaiannya disela-sela bukti empiris yang diberikan, dia juga menunjukkan beberapa dilemma ilmuwan evolusi berkaitan dengan temuannya dalam science. Misalnya penyampaiannya tentang DNA molecule (dalam buku ‘The collapse of the theory of evolution’, 2003, hal 16-17) yang digambarkannya sebagai bagian inti dari cell makhluk hidup yang memiliki susunan yang kompleks dan memberikan informasi yang detail tentang kehidupan, dijadikannya sebagai suatu obyek pembahasan bahwa hal yang demikian tersebut tidak mungkin terjadi secara kebetulan, hal ini didukung dengan kutipan HY pada dua tokoh, penerima Nobel Francis Crick dan Professor Kimia Homer Jacobson, diantaranya:
“An honest man, armed with all the knowledge available to us now, could only state that, in some sense, the origin of life appears at the moment to be almost a miracle.”
--------------------------- -------------------------- ---------------------- ------------------------- ------------------ -------------
Diapun mengulas lebih dalam tentang DNA ini salah satunya dibukunya ‘The secrets of the DNA’. Di sisi lain dalam bukunya Atlas of Creation I-III dia memberikan bukti empiris yang sangat banyak berkaitan dengan fosil-fosil makhluk hidup . Dia-pun menyebutkan banyak pendapat ilmuwan salah satunya pendapat seorang ahli dalam bidang ‘vertebrate palaeontology, Robert Carroll, tentang fosil:
‘Despite more than a hundred years of intense collecting efforts since the time of Darwin’s death, the fossil record still does not yield the picture of infinitely numerous transitional links that he expected’.
Bukti-bukti empiris tidak berhenti pada kedua pembuktian pada DNA dan fosil. Di ulasannya tentang Bing Bang misalnya, Adhyatmoko terlalu sembrono kalau mengatakan bahwa HY tidak menyertakan data ilmiah. Di bukunya ‘Timelessness and the reality of fate’, HY mengulas dengan detail tentang Bing Bang di mulai dari awal sejarahnya tentang teori ini di tahun 1920 juga termasuk ulasan kelompok yang tidak mau menerimanya yang termasuk dalam kelompok yang mendukung ‘Steady State Theory’.
---------------------------- ----------------------------- -------------------------- ------------------- ---------------- -------------
Begitu juga ulasan HY yang lain. Misalnya pembicaraannya tentang sistim kekebalan tubuh yang diulas secara komprehensif di “The miracle of the immune system”juga menunjukkan apa-apa yang tidak (atau belum?) dipahami oleh ilmuwan termasuk ilmuwan evolusi Turki Prof Dr Ali Demirsoy.
Ulasan singkat diatas menunjukkan bahwa tuduhan-tuduhan terhadap ‘ketidak-ilmiahan’ Harun Yahya oleh scholar Indonesia yang saya maksud diatas adalah terlalu premature. Saya melihat fenomena ini awalnya terjadi diantara ilmuwan international, pendukung teori evolusiberusaha mengesampingkan dan terlihat menjatuhkan Harun Yahya.Contoh saja artikelnya Marc Carrier di Skeptic Magazine, Vol 16 (3), 2011, yang menyimpulkan bahwa bahwaHY ‘is very short in science but very long in theology’ dan mengatakan usahanya sebagai ‘confederacy of nonsense’, juga pendapat scholar lain seperti Richard Dawkins di sini, menunjukkan keangkuhan ilmuwan yang mendukung teori evolusi.
------------------------------- ------------------- -------------------- -------------------------- -------------------- -------------- -
Tetap digunakannya istilah evolusidan mengaitkan bahwa penemuan science modern saat ini bersandar pada cikal bakal dari teori evolusinya Darwin meski banyak dilemma dirasakan oleh evolusionists, seperti yang disinggung diawal, menunjukkan adanya politik kepentingan dalam bidang science.Lihat saja ulasannya Henry Morris, Ph.D di http://www.icr.org/article/133/. Salah satu poin penting yang perlu digaris bawahi adalah
“The modern creationist movement and the resistance of secular educators to this movement have brought into clear focus one very important fact. Our American public schools and secular universities are controlled by the religious philosophy of evolutionary humanism”.
“That evolution is not science, however, has not only been clearly demonstrated by the many modern publications of creationist scientists2 but also is frequently recognized even by evolutionist scientists. For example, Loren Eisely says:
With the failure of these many efforts, science was left in the somewhat embarrassing position of having to postulate theories of living origins which it could not demonstrate. After having chided the theologian for his reliance on myth and miracle, science found itself in the unenviable position of having to create a mythology of its own: namely, the assumption that what after long effort could not be proved to take place today had, in truth, taken place in the primeval past.3”
Hal yang saya lihat salah satu dampak dari hegemoniteori evolusi ini adalah dipaksakannya pemakaian istilah ‘cultural evolution’ atau ‘religious evolution’. Istilah religoius evolution ini tentu saja sangat misleading, dampaknya bisa kita prediksi bahwa akhirnya konsep agama itu dikatakan hanya datang dari budaya manusia! Bisa kita bayangkan catastrophe yang bisa terjadi pada manusia bila konsep ini semakin disebarkan.
Maka sudah seharusnya teori penciptaan juga dihargai didunia science kita di masyarakat yang mayoritas sangat sadar akan keimanan, penciptaan, dan Tuhan (The Creator). Tanpa penghargaan dan pengembangan teoripenciptaan ini kita akan tetap menjadi pihak yang berada pada posisi pasif, tidak mampu berperan dalam pembenahan-pembenahankesalahan-kesalahan dalam bidang science yang sangat-sangat mungkin. Misalnya saja penemuan-penemuan ilmuwan akan fosil-fosil binatang purba raksasa, sangat tidak selaras dengan teori evolusi yang menggambarkan tentang bentuk fisik manusia purba.Jika saja saudara muslim belajar juga pada Hadist-Hadist Rasullullah SAW, maka terdapat ilmu agama yang juga memberikan signal-signal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan umum, seperti fisik manusia awal yang selaras dengan temuan ilmuwan akan fosil-fosil binatang raksasa tersebut, termasuk diantaranya perkembangan manusia awal (keturunan Adam dan Hawa) dan hukum-hukum terkait manusia awal dan perubahan hukum tersebut pada jaman setelahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H